ORI pertama kali diedarkan pada tanggal 30 Oktober 1946, hari tersebut kemudian dikenang sebagai Hari Oeang Republik Indonesia. Meskipun saat itu Menteri Keuangan yang menjabat adalah Sjafruddin Prawiranegara, akan tetapi tanda tangan yang tertera di ORI masih tanda tangan AA Maramis yang sudah berhenti menjabat sebagai Menteri Keuangan sejak November 1945.
Pengedaran mata uang ini sempat mengalami kendala. Salah satunya adalah pendudukan pemerintah Belanda yang masih ada di beberapa wilayah Indonesia. Namun, ORI tetap diedarkan secara gerilya dan justru terbukti mampu membangkitkan rasa solidaritas serta nasionalisme rakyat Indonesia. Selain secara gerilya, penyebaran ORI juga dibantu oleh beberapa tokoh daerah.
Kendala kembali dirasakan pada tahun 1947-an ketika Belanda melancarkan Agresi Militer. Kala itu komunikasi antara pemerintah pusat dan daerah terputus. Pemerintah pusat kemudian mengeluarkan mandat kepada pemerintah daerah untuk menerbitkan mata uang lokal yang disebut ORI Daerah (ORIDA). Penyetujuan pemerintah terkait ORI Daerah (ORIDA) membuat Indonesia pada masa itu memiliki 21 jenis mata uang dan 27 jenis ORIDA di Indonesia. Beberapa daerah yang memiliki ORIDA di antaranya adalah di Provinsi Sumatera, Banten, Tapanuli, dan Banda Aceh.
ORIDA Provinsi Sumatera merupakan ORIDA pertama di Indonesia dengan tanggal emisi 11 April 1947. Sementara di Pulau Jawa, ORIDA pertama dikeluarkan oleh Banten pada 15 Desember 1947. Namun, ORI dan ORIDA sebagai mata uang hanya berlaku hingga 1 Januari 1950 dan dilanjutkan dengan penerbitan uang Republik Indonesia Serikat.
Berhentinya masa berlaku, pencetakan, serta penyebaran ORIDA terjadi pada 1 Mei 1950. Sebelumnya, di bulan Desember 1949, melalui Konferensi Meja Bundar disepakati mengenai bentuk negara Republik Indonesia Serikat (RIS). Dengan begitu, pemerintah RIS menarik ORI dan ORIDA yang kemudian akan digantikan oleh mata uang RIS.