"Paling banyak tuh di Bandung, mungkin Bandung atau naik Whoosh, kadang-kadang mereka naik Whoosh tuh, karena kereta cepat di ASEAN baru kita kan ya, naik Whoosh. Itu cukup masif penggunaan di Bandung gitu kan ya atau di Tanah Abang. Tapi intinya orang Malaysia, banyak menggunakan ini, paling banyak," kata dia.
Sementara itu, untuk Singapura, transaksi QRIS masih relatif berimbang (balance), meskipun Himawan mengakui masih ada beberapa merchant dan penerbit di Singapura yang belum sepenuhnya mendukung penggunaan QR.
Meskipun QRIS cross-border baru berjalan sekitar tiga tahun, BI melihat potensi pertumbuhan yang sangat besar di masa depan. Berdasarkan data, transaksi QRIS baru mencapai sekitar 10 persen dari potensi total transaksi yang ada.
Selain memperluas akseptansi, BI juga berupaya agar transaksi cross-border lebih banyak dilakukan berbasis LCT (Local Currency Transaction) atau menggunakan mata uang lokal, sehingga tidak perlu dikonversi ke Dolar AS terlebih dahulu.
"Basisnya kita harapannya pakai local currency transaction gitu ya, jadi settlement-nya itu gak perlu ke nilai dolar dulu, jadi langsung bilateral dan terus berkembang," kata Himawan.