IDXChannel – Kondisi pandemi COVID-19 boleh saja mulai melandai di sejumlah negara. Masyarakat dunia juga tengah berharap agar kondisi pandemi dapat segera beralih menjadi endemi, sehingga aktivitas kehidupan dapat kembali seperti sedia kala saat sebelum terjadinya pandemi.
Namun belum juga perekonomian dunia pulih pasca tertekan oleh pandemi, masalah lain muncul saat Rusia memulai konfrontasi dengan Ukraina lewat invasi militer pertamanya yang diluncurkan pada Kamis (24/2/2022). Hal ini memantik reaksi dari Amerika Serikat (AS) dan negara-negara Uni Eropa, berupa dijatuhkannya sederetan sanksi untuk Rusia, mulai dari larangan ekspor, pembekuan aktivitas transaksi keuangan hingga berderet sanksi ekonomi lain.
Tingkatkan Minat Investasi Masyarakat, BCA (BBCA) Luncurkan Reksa Dana BNP Paribas Sri-Kehati
Kondisi ini pada akhirnya mengganggu situasi perekonomian global secara keseluruhan. Pasokan energi hingga cadangan makanan dunia terganggu. Inflasi di sejumlah negara melonjak, hingga ancaman resesi dunia perlahan mulai mengemuka dan makin terlihat nyata. Uncertainty (ketidakpastian) ekonomi mulai menggejala di banyak negara. Optimisme pemulihan ekonomi pasca pandemi pun terpaksa harus kembali direvisi, menyesuaikan kondisi dan dinamika global yang demikian volatile.
Pelik dan sengkarutnya kondisi global tersebut tentu menjadi perhatian bagi para pelaku di dunia investasi. Tak terkecuali manajer investasi yang harus memutar otak agar dana kelolaannya tetap cuan, atau setidaknya bisa bertahan, di tengah situasi perekonomian dan keuangan dunia yang masih tidak menentu.
Berkaitan dengan hal tersebut, Tim Redaksi IDXChannel berkesempatan berbincang secara eksklusif bersama Direktur Utama BNP Paribas Asset Management, Priyo Santoso, di kantornya, di Bilangan Sudirman, Jakarta Selatan, Kamis (28/7/2022). Berikut ini sebagian hal penting yang dibahas dalam perbincangan tersebut.
Q: Bagaimana BNP Paribas Asset Management melihat kondisi perekonomian global yang terjadi saat ini? Poin-poin apa saja yang menjadi perhatian utama dalam mengelola dana investasi yang ada?
A: Kita tahu bahwa aktivitas investasi tidak akan pernah lepas dari dinamika internasional, karena semua nilai aset sangat bergantung pada kondisi perekonomian global. Dan yang menjadi concern di seluruh dunia saat ini, adalah bagaimana masing-masing negara melalui bank sentralnya dapat mengendalikan inflasi agar tidak sampai terjadi satu kondisi di mana pertumbuhan rendah tapi inflasinya tinggi. Kita menyebutnya dengan istilah stagflasi. Terjadi inflasi tapi pertumbuhan ekonominya stuck, atau malah turun. Jadi sebenarnya ini concern utama kita, bahkan juga concern utama seluruh bank sentral di seluruh dunia.
Lalu concern yang kedua, yang perlu menjadi perhatian kita semua, adalah bagaimana agar sebisa mungkin geopolitical tension yang terjadi saat ini tidak mengganggu rantai pasokan dunia, khususnya untuk pasokan makanan dan juga energi. Kalau kita melihat untuk pasokan makanan ini sepertinya sudah ada progress yang menggembirakan. Ada komitmen dari Rusia bahwa meski dalam kondisi perang, mereka tetap ikut menjaga pasokan gandum agar tetap lancar. Tapi untuk energi, kami belum melihat adanya titik terang. Belum ada solusi yang jelas.
Saya pikir salah satu concern para pemimpin dunia juga terkait hal ini, karena kalau sampai energi terputus dan mahal, maka upaya penurunan inflasi jadi berjalan lebih lambat. Karena di satu sisi kita masih tergantung pada pasokan energi yang sifatnya fossil fuel. Jadi untuk energy mixed belum bisa sepenuhnya menggantikan fossil fuel. Belum bisa kita andalkan.
Q: Lalu soal ketegangan geopolitik tadi, soal perang Rusia-Ukraina berikut dampaknya ke seluruh dunia, bagaimana BNP Paribas Asset Management melihatnya? Apakah bisa diharapkan bakal berakhir dengan segera? Atau justru akan terus bertahan dan tidak akan stabil dalam jangka waktu lama? Atau justru akan muncul equilibrium baru yang akan menjadi standar stabilitas perekonomian dunia yang baru?
A: Kapan akan berakhir? Jawabannya, masih ada beragam hal yang harus kita cermati. Kami sendiri masih akan melihat perkembangan dalam jangka waktu enam bulan di paruh kedua tahun 2022 ini. Kami masih akan melihat volatilitas yang terjadi di pasar global dalam periode tersebut. Hal ini sejalan dengan sikap The Fed yang meski sudah menaikkan suku bunga acuannya sebesar 75 basis poin, namun juga masih akan melihat data-data dan situasi lanjutan, apakah (dengan kenaikan 75 basis poin itu) inflasi sudah bisa terkendali? Ataukah kenaikan bunga masih kembali dibutuhkan pada meeting mereka di Bulan Agustus, September dan Oktober mendatang. Langkah mereka selanjutnya ini yang akan menjadi perhatian kami ke depan.
Walaupun sebenarnya kita juga sudah bisa melihat data PMI (Purchasing Manager’s Index) AS sudah mulai terkoreksi. Tapi kita masih akan melihat tren inflasi mereka ke depan seperti apa. Kalau memang sampai akhir tahun inflasinya benar-benar merangkak turun, kita juga perlu melihat apakah data job unemployment rate-nya juga akan naik. Karena secara demand harusnya bisa dikendalikan. Karena job scarcity (kelangkaan pekerjaan) yang ada saat ini terlalu tinggi. Ini juga menjadi concern, karena salah satu pendorong inflasi dapat melonjak terlalu tinggi, antara lain karena orang yang bisa masuk ke dunia kerja lebih sedikit dibanding job availability atau yang bisa dicreate di industri.
Poin-poin ini kita mau lihat dulu dalam paruh kedua tahun ini. Jika memang semua itu sudah bisa kita capai, maka Saya berharap di tahun 2023 mendatang, kita sudah bisa melihat kondisi yang jauh lebih baik dan stabil dibanding saat ini.
Q: Apakah kondisi positif itu masih mungkin untuk kita capai dalam waktu dekat? Karena seperti kita tahu, alih-alih berharap kondisi bisa segera membaik, sebagian pihak justru mulai berhitung tentang risiko terjadinya resesi di berbagai negara, yang dikhawatirkan bakal terus merembet dan menjurus pada terhadi resesi global. Apakah risiko resesi ini juga mungkin terjadi dalam pandangan BNP Paribas Asset Management?
A: Apakah masih ada ruang untuk kondisi saat ini dapat membaik? Ofcourse. Tentu saja masih ada peluang untuk menuju ke sana. Justru ini yang sedang kita upayakan secara bersama-sama. Lalu soal risiko terjadinya resesi, dalam pandangan kami memang situasi saat ini sedang tidak baik. But its not that bad. Kami justru cenderung melihatnya lebih pada potensi penurunan pertumbuhan ekonomi. Memang ada kontraksi namun tidak seburuk yang kita pikirkan. Poin-poin ini juga yang ingin kami pastikan dalam kurun waktu enam bulan ke depan. Tapi untuk saat ini, probabilitas terjadinya resesi (global) menurut kami masih di bawah 50 persen. Kami masih cukup yakin ada harapan di depan sana yang perlu kita rawat dan usahakan bersama-sama. (TSA)