Dalam rancangan UU ini telah dibuat regulasi tentang kewajiban bekerja rumah tangga, pemberi kerja, jam kerja, libur seminggu sekali, hak cuti 12 hari pertahun, THR, jaminan sosial dan kesehatan, batas usia minimum, dan lingkungan kerja yang layak.
RUU PPRT juga menyimpan esensi berupa memberikan perlindungan dan pengakuan kepada pekerja, pemberi kerja, dan penyalur.
Perempuan dan anak di bawah umur yang rentan dipekerjakan juga menjadi perspektif yang terus didorong untuk mendapatkan pendampingan hukum dan juga layanan-layanan yang sesuai dengan kepentingan dan hak-hak mereka.
"Karena selama ini UU ketenagakerjaan belum optimal melindunginya, sehingga diperlukan secara khusus yang mengatur tentang hak-hak saudara-saudara kita itu, inilah dari sisi pekerja," ujar Dirjen Pembinaan Pengawasan K3 Kementrian Ketenagakerjaan (Kemenaker), Haiyani Rumondang, pada kesempatan yang sama.
Menurut Haiyani, adanya UU PPRT memberikan keuntungan bagi semua belah pihak.
Sementara itu, Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan KemenPPPA Ratna Susianawati menuturkan terdapat tiga hal yang harus dilakukan saat ini.
Pertama, kerja secara politis, yakni bagaimana mengelola bedanya pandangan untuk menyamakan perpektif. Kedua, kerja substansi, ini yang harus dikerjakan bersama menyatukan pemikiran sehingga disepakati sebuah UU.
Kemudian, membangun komunikasi. Hal ini dilakukan agar tidakadanya kesalahpahaman atau gagap informasi kepada masyarakat. (NIA)
Penulis: Anabela C Zahwa