sosmed sosmed sosmed sosmed
get app
Advertisement

2 Fakta Mata Uang BRICS: Dampak Besar dan Sejarah Upaya Melengserkan Dolar dari Tahta

Economics editor Kurnia Nadya
06/04/2023 14:37 WIB
Aliansi BRICS tengah menggodok penerapan mata uang BRICS, penggunaannya disinyalir bakal menurunkan dolar AS dari tahta supremasinya.
2 Fakta Mata Uang BRICS: Dampak Besar dan Sejarah Upaya Melengserkan Dolar dari Tahta. (Foto: MNC Media)
2 Fakta Mata Uang BRICS: Dampak Besar dan Sejarah Upaya Melengserkan Dolar dari Tahta. (Foto: MNC Media)

IDXChannelMata uang BRICS bakal menjadi kompetitor dolar AS di lingkar perdagangan internasional. Pasalnya, negara-negara anggota BRICS tengah menggodok rencana penggunaan mata uangnya sendiri. 

Isu tentang penggunaan mata uang BRICS ini otomatis bakal berpotensi menggeser posisi dolar AS sebagai raja mata uang. Apalagi, Arab Saudi, Turki, dan Iran pun tertarik untuk bergabung dengan BRICS dalam skema ini. 

Seperti yang diketahui, hingga saat ini, dolar AS dianggap sebagai mata uang supremasi secara global. Sebab banyak negara-negara menggunakan dolar AS sebagai mata uang saat bertransaksi secara bilateral maupun multilateral. 

Dilansir dari Firstpost (6/4), dolar AS telah menjadi mata uang tunggal resmi sejak 1944 saat delegasi dari 44 negara sekutu menyepakatinya dalam the Bretton Woods Agreement. Sejak saat itulah, dolar AS ‘menikmati’ keistimewaannya sebagai mata uang internasional. 

Hal ini berakibat pada ketergantungan negara-negara lain terhadap stabilitas dolar. Kondisi perekonomian dan kebijakan keuangan Amerika Serikat sejak saat itu kerap mempengaruhi perekonomian negara lain. 

Tak semua negara adidaya senang terhadap ketergantungan ini, contohnya Rusia dan China. Kedua negara itu disebut-sebut ingin menghentikan hegemoni dolar di perdagangan internasional. Upaya ini kerap disebut sebagai de-dolarisasi. 

Para pendukung de-dolarisasi menyebut keberhasilan upaya mereka kelak akan mengurangi ketergantungan dunia terhadap dolar, sehingga membantu pemerintah banyak negara untuk memitigasi imbas perubahan ekonomi dan politik di AS, sekaligus menekan potensi krisis keuangan dampak dari ketidakstabilan dolar. 

Gerakan de-dolarisasi ini sebenarnya telah mulai sebelum pembicaraan soal mata uang BRICS naik lagi ke permukaan. Pada 2022, IMF mencatat bahwa dolar tak lagi menguasai pasar internasional dengan ‘kuantitas’ yang sama dari tahun-tahun sebelumnya. 

“Pangsa dolar terhadap pertukaran valuta asing global menurun lebih dari 59% pada kuartal akhir tahun lalu, memperpanjang penurunan yang telah terjadi dua dekade,” demikian catatan IMF menyebutkan. 

IMF juga mencatat bahwa penurunan pangsa dolar tidak dibarengi dengan peningkatan pangsa valuta asing besar lainnya seperti Poundsterling, Yen, atau Euro. Penurunan pangsa dolar malah dikontribusi sebagian besar oleh penggunaan Yuan dan mata uang negara-negara kecil. 

Kembali ke mata BRICS, hukuman yang diberikan kepada Rusia karena invasinya ke Ukraina pada akhirnya turut memantik upaya de-dolarisasi. Akibat invasi itu, negara-negara barat membekukan simpanan mata uang asing milik Rusia senilai 300 miliar dan mengeluarkan negara tersebut dari Swift international payment system. 

Negara-negara yang masih bersedia berdagang dengan Rusia, seperti India dan China, mulai bertransaksi dengan Rusia menggunakan Rupee dan Yuan. Managing Director Bestinvest Jason Hollands mengatakan Brazil dan China pun kini mulai bertransaksi dengan Yuan. 

India pun mengikuti jejak tersebut. Saat ini, ada 18 negara—termasuk Inggris, Jerman, Rusia, dan Arab Saudi—telah mengantongi izin untuk melakukan transaksi dengan Rupee. 

Dengan potensi de-dolarisasi makin nyata di depan mata, lantas apa dampak penggunaan mata uang BRICS? Simak ulasannya berikut ini. 

Dampak Penggunaan Mata Uang BRICS 

Perekonomian AS Perlahan Kolaps

Penggunaan mata uang BRICS dalam perdagangan internasional akan menurunkan permintaan dolar AS, yang pada akhirnya dapat meruntuhkan dominasi dolar AS. Implikasi yang terjadi bakal dirasakan secara global, juga oleh penduduk Amerika sendiri. 

Keruntuhan dolar AS akan memantik inflasi drastis di negaranya, sebab nilai mata uang yang menurun secara drastis. Hal ini akan berpotensi memicu kenaikan harga-harga barang dan jasa, sehingga akan berdampak pada standar hidup penduduk Amerika. 

Indonesia Akan Diuntungkan 

Pengamat Pasar Uang Ibrahim Assuaibi mengatakan rupiah justru akan diuntungkan dengan pergeseran dominasi dolar AS. Seperti yang diketahui, Indonesia pun masih bergantung dengan dolar AS hingga saat ini. 

“Karena saat ini fluktuasi rupiah bergantung dari ekonomi Amerika,” tutur Ibrahim kepada MNC Portal. 

Menurutnya, rupiah kerap menghadapi tantangan eksternal dari kondisi perekonomian dan kebijakan keuangan di AS. Sehingga, sebaik-baik kebijakan dibuat pemerintah, pada akhirnya perekonomian Indonesia tetap dipengaruhi juga oleh stabilitas ekonomi dan keuangan Amerika. 

Demikianlah ulasan singkat tentang mata uang BRICS yang penerapannya kini tengah digodok oleh negara-negara anggotanya. Dalam pertemuan pada Agustus 2023 mendatang, aliansi BRICS rencananya akan membahas soal penggunaan mata uang tunggal ini. (NKK)

Halaman : 1 2 3 4
Advertisement
Advertisement