Dengan adanya Permendag ini, imbuhnya, mengubah skema proses perizinan impor, sehingga izin impor diterbitkan Kementerian Perdagangan melalui Lembaga National Single Window (LNSW) berdasarkan Neraca Komoditas, atau data yang tersedia, dan proses persetujuan impor tersebut tidak lagi memerlukan rekomendasi atau pertimbangan teknis dari Kementerian/Lembaga (K/L) teknis.
Taufan mengungkapkan, berdasarkan pengamatan dan setelah mendengarkan keluhan para perusahaan importir anggota GINSI, terdapat persoalan sekaligus usulan kepada Pemerintah berkaitan dengan implementasi beleid itu.
Pertama, masih terjadi masalah ketidakpastian di lapangan yang menyebabkan kekacauan dalam proses perizinan impor. Lebih dari 2.000 pengajuan izin persetujuan impor maupun ekspor tidak dapat diproses oleh sistem.
Kedua, Kekosongan peraturan impor menimbulkan kekhawatiran longgarnya pengawasan impor yang berpotensi menyebabkan banjir impor. Tidak terkontrolnya komoditas impor strategis dapat menyebabkan ketidak seimbangan pasok dan kebutuhan barang-barang strategis di dalam negeri, tidak sehatnya iklim usaha, dan menurunnya daya saing produk dalam negeri, sehingga berpotensi merugikan perekonomian nasional dan keberlangsungan industri.
Ketiga, sebagian ketentuan Permendag 20 Tahun 2021 tidak sejalan dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko, Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Perindustrian, dan Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Perdagangan.