Minyak, gas alam, listrik, dan lainnya secara de facto berada di bawah kendali pemerintah federal.
Negara ini juga merupakan produsen minyak terbesar ketiga di dunia, di belakang AS dan Arab Saudi. Negara ini menyumbang 11% dari total produksi minyak dunia.
Pada September 2022, produksi minyak mentah di Rusia diperkirakan mencapai 9,7 juta barel per hari, namun cenderung stabil dalam beberapa bulan sebelumnya. (Lihat grafik di bawah ini.)
Kekuatan ekonomi Rusia inilah yang membuat banyak negara juga ‘sungkan’ untuk secara terang-terangan mengecam tindakan militer Rusia ke Ukraina, meskipun banyak korban jiwa berguguran.
Bahkan Indonesia sempat akan membeli minyak Rusia untuk mengamankan pasokan energi dalam negeri karena dianggap lebih tersedia dan murah. Tak lama, keputusan ini dikecam oleh banyak pihak.
Secara militer, kekuatan armada Rusia masuk ke jajaran top 5 dunia. Menurut Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI), lima negara dengan pembelanjaan militer terbesar pada 2021 di antaranya Amerika Serikat, China, India, Inggris dan Rusia. Lima negara ini bersama-sama menyumbang 62% belanja militer global.
Rusia meningkatkan pengeluaran militernya sebesar 2,9% di tahun yang sama menjadi USD65,9 miliar.
Ini adalah tahun ketiga berturut-turut pertumbuhan dan pengeluaran militer Rusia mencapai 4,1% dari PDB di tahun tersebut.
"Pendapatan minyak dan gas yang tinggi membantu Rusia untuk meningkatkan pengeluaran militernya pada tahun 2021," ujar Lucie Béraud-Sudreau, Direktur Program Pengeluaran Militer dan Produksi Senjata SIPRI.
Menurut SIPRI, anggaran 'pertahanan nasional' ini menyumbang sekitar tiga perempat dari total pengeluaran militer Rusia. Adapun untuk biaya operasional serta pengadaan senjata pada tahun tersebut, naik 14% lebih tinggi mencapai USD48,4 miliar dari yang dianggarkan pada akhir 2020.
Indonesia juga merupakan importir senjata dari Rusia. Berdasarkan data SIPRI, Indonesia mengimpor senjata senilai 328 juta trend indicator value (TIV) pada 2021. Nilai tersebut meningkat 21,9% dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 269 juta TIV.
Adapun impor senjata Indonesia dari Rusia senilai 9 juta TIV, masuk dalam jajaran 6 besar negara asal impor senjata Indonesia pada 2021. Meskipun di top 3 masih didominasi oleh Korea Selatan, AS, dan Perancis.
SIPRI menggunakan nilai tren indikator (TIV) sebagai satuan sistem harga untuk mengukur volume pengiriman dan komponen senjata. (Lihat grafik di bawah ini.)
Jadi, tidak heran mengapa Putin masih akan ‘tarik-ulur’ perihal kedatangannya pada KTT G20 di Bali nanti. Selain Rusia sebenarnya tidak terlalu memiliki kepentingan dalam gelaran tersebut, Putin akan menghadapi selusin musuh yang mungkin akan mengancamnya.
Indonesia sepertinya yang justru memiliki kepentingan dalam upaya mengundang Putin untuk hadir di Bali.
Selain sebagai ekspresi diplomatik RI terhadap Rusia yang mungkin akan berdampak pada hubungan dagang kedua negara, Indonesia akan memperoleh ‘sanjungan’ internasional atas jasa mempertemukan pemimpin dunia untuk mau duduk bersama dan berunding. (ADF)