"Saya pikir itu adalah jamuan kenegaraan yang sangat baik. Tapi yang lebih penting, semua orang pulang dengan suasana hati yang positif. Banyak pembicaraan soal perdagangan dan investasi," ujarnya.
Anindya menekankan stabilitas kawasan Timur Tengah merupakan faktor penting bagi dunia, termasuk bagi Indonesia yang akan menjadi tuan rumah pertemuan ASEAN pekan berikutnya. Dia juga mengungkapkan kunjungannya ke AS dua pekan sebelumnya memperlihatkan kesamaan keinginan dari pelaku usaha AS dan Indonesia untuk menghindari dampak negatif dari kebijakan tarif.
"Mereka (pelaku usaha AS) benar-benar ingin segera menyepakati kesepakatan karena setiap kenaikan tarif akan mendorong inflasi," katanya.
Saat ini, nilai perdagangan Indonesia-AS tercatat sekitar USD40 miliar, dengan AS sebagai mitra dagang terbesar kedua Indonesia setelah China. Dia optimistis angka ini bisa naik dua kali lipat dalam dua hingga tiga tahun ke depan.
"Kami bisa impor kedelai, gandum, kapas, daging, dan produk susu dari Amerika Serikat, dan di saat yang sama ekspor elektronik, furnitur, alas kaki, dan garmen. Selain itu, ada peluang kerja sama baru dalam hal mineral kritis," kata Anindya.
(Rahmat Fiansyah)