IDXChannel - Pemerintah resmi mengumumkan asumsi makro ekonomi Indonesia di tahun 2022. Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (RAPBN) pun menggambarkan optimisme pemerintah dalam menghadapi tantangan di tahun mendatang.
Perekonomian 2022 diproyeksikan membaik sejalan dengan harapan perbaikan kondisi kesehatan dan pulihnya aktivitas masyarakat. Di mana, pemerintah memproyeksikan pertumbuhan ekonomi 2022 di kisaran 5,0-5,5 persen.
Bahkan IMF lebih optimis bahwa ekonomi Tanah Air diproyeksikan bakal tumbuh 5,9 persen di tahun mendatang.
Menanggapi hal tersebut, pengamat Pajak Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA), Fajry Akbar, menyebut, pemerintah perlu menyeimbangkan kebijakan fiskal countercyclical yang mampu mendorong ekonomi RI, namun tetap menjaga ketersinambungan fiskal dan mengelolanya secara prudent.
"Kami setuju dengan arah pemerintah bahwasanya APBN 2022 harus dapat dijadikan dasar atau pijakan dalam konsolidasi fiskal namun menurut kami peran APBN 2022 dalam mendorong perekonomian juga tak boleh dikurangi," ujar Fajry, Selasa (17/8/2021).
Fajry menilai, perbaikan ekonomi sejalan dengan perbaikan kondisi fiskal, terutama kinerja penerimaan perpajakan. Namun demikian, pandemi masih memberikan ketidakpastian. Perlu skenario akan kondisi terburuk di tahun 2022.
Pemerintah juga menetapkan defisit anggaran pada RAPBN 2022 sebesar 4,85 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Dengan demikian, defisit anggaran akan menurun menjadi Rp868 triliun atau turun 9,7 persen dari outlook 2021.
Asumsi defisit tersebut berdasarkan proyeksi penerimaan perpajakan yang naik 9,5 persen. Sedangkan belanja negara hanya meningkat 0,4 persen saja.
Dari asumsi itu, menurut dia, pemerintah telah melakukan konsolidasi fiskal pada RAPBN 2022. Dimana, otoritas mengambil langkah yang lebih berhati-hati dalam menyusun RAPBN 2022 terutama komitmen untuk mengurangi tingkat utang negara yang terlihat dari pembiayaan negara yang turun hingga -9,7 persen.
Sementara itu, proyeksikan penerimaan perpajakan akan tumbuh 9,5 persen dari outlook 2021. Cukai tumbuh 4,6 persen. Penerimaan PPN diproyeksikan naik 10,1 persen. Sedangkan penerimaan PPh diproyeksikan naik 10,7 persen.
Fajry melihat, target penerimaan pajak masih terlalu optimis. Padahal, aktivitas dunia usaha dinilai belum sepenuhnya pulih dan juga kebijakan penurunan tarif PPh badan.
Sedangkan untuk target penerimaan cukai, secara historis masih memungkinkan untuk dicapai. Namun, pemerintah perlu mempertimbangkan kondisi kenaikan tarif yang tak sejalan lagi dengan peningkatan penerimaan cukai. Peningkatan tarif dalam beberapa tahun terakhir mengurangi efektivitas cukai dalam menghasilkan penerimaan.
"Secara garis besar kami mengapresiasi rencana kebijakan penerimaan pajak di tahun 2022. Bahwasanya melakukan optimalisasi penerimaan tanpa mengganggu pemulihan ekonomi menjadi tantangan tersendiri pada tahun 2022," katanya.
Menurutnya, rencana kebijakan penerimaan pajak pemerintah seperti perluasan basis pemajakan, perluasan kanal pembayaran, penegakan hukum yang berkeadilan, dan evaluasi pemberian insentif sejalan dengan pemulihan ekonomi. Dengan demikian tidak akan menganggu pemulihan ekonomi.
"Hanya saja, meski dalam konteks perluasan basis pajak, optimalisasi perlu dilakukan pada sektor yang benar-benar sudah pulih. Optimalisasi perlu dilakukan ke wajib pajak yang tidak atau paling sedikit terdampak pandemi. Selain itu, jangan sampai optimalisasi mengorbankan tingkat kepatuhan wajib pajak selama ini telah patuh serta jangan sampai mengorbankan tingkat kepercayaan wajib pajak terhadap otoritas," ungkap dia. (TYO)