"Untuk izin tambang 85 persen sampai 90 persen itu dalam negeri, dimiliki oleh putra-putri terbaik Republik Indonesia dan BUMN. Tetapi untuk industrinya itu saya jujur mengatakan dikuasai 85 persen oleh asing," kata dia.
Bahlil menegaskan, salah satu alasan industri hilirisasi tambang di Indonesia masih didominasi oleh asing karena perbankan luar negeri lebih berminat memberikan kredit investasi dibandingkan perbankan dalam negeri.
Menurutnya, meskipun ada bank lokal yang menawarkan kredit, persyaratan modal awal (equity) yang diminta terlalu besar yakni 30 hingga 40 persen. Jumlah itu sulit dipenuhi oleh sebagian besar pengusaha.
Bahlil juga menambahkan, ketika kredit diperoleh dari bank luar negeri, ada kewajiban bagi debitur untuk membayar pokok dan bunga pinjaman dari pendapatan ekspor. Sehingga, menghabiskan sekitar 60 persen dari pendapatan.
"Jadi apa yang disampaikan oleh Pak JK itu benar, 60 persen DHE (devisa hasil ekspor) kembali ke sana (bank luar negeri) dari hasil industri (hilirisasi). Tetapi itu terjadi karena memang membiayai pokok tambah bunga," ujar Bahlil.
(Dhera Arizona)