sosmed sosmed sosmed sosmed
get app
Advertisement

Berisiko Rugikan Negara, Urgensi Power Wheeling Diklaim Tidak Jelas

Economics editor taufan sukma
08/04/2024 16:01 WIB
Konsumsi listrik di Indonesia masih jauh jika dibandingkan dengan negara Asean lainnya.
Berisiko Rugikan Negara, Urgensi Power Wheeling Diklaim Tidak Jelas (foto: MNC media)
Berisiko Rugikan Negara, Urgensi Power Wheeling Diklaim Tidak Jelas (foto: MNC media)

"MK sudah melegitimasi itu dengan membatalkan skema unbundling dalam UU Ketenagalistrikan," ungkap Abra.
 
Dikatakan Abra, skema power wheeling merupakan mekanisme liberal yang dapat memudahkan transfer energi listrik dari pembangkit swasta ke fasilitas operasi milik negara secara langsung.

"Dan ini berisiko teknis dalam implementasinya. Karena EBET memiliki sifat intermiten yang berisiko menggangu keandalan listrik negara," papar Abra.

Abra menjelaskan, desakan untuk memasukkan power wheeling sebagai insentif ini juga tidak beralasan karena sesungguhnya pemerintah sudah menunjukkan arah kebijakan energi baru dan energi terbarukan secara jelas dalam RUPTL 2021-2030.
 
Dalam RUPTL, yang seringkali diklaim sebagai green RUPTL itu, sebetulnya sudah ada peningkatan porsi EBET yang signifikan.

"Bahkan ada tambahan EBET itu 20,9 gigawatt, di mana 56,3 persennya itu adalah porsi swasta," ungkap Abra.

Dengan sudah adanya porsi swasta pada roadmap tersebut, dikatakan Abra, sebetulnya sudah cukup menjadi keyakinan investor bahwa memang negara punya arah yang cukup jelas untuk mendorong bauran suplai listrik dari EBET.
 
"Pada sisi suplai, sepertinya negara sudah membuka ruang yang cukup lebar terhadap peran swasta. Saat ini yang bermasalah justru sisi demand atau permintaan yang masih sangat kecil," urai Abra.

Halaman : 1 2 3
Advertisement
Advertisement