IDXChannel - Bank Sentral Eropa (European Central Bank/ECB) mengaku tengah mempertimbangkan untuk mencari pinjaman dana talangan dari pihak ketiga.
Langkah ini diambil seiring memburuknya kondisi keuangan ECB dalam beberapa waktu terakhir, hingga berpotensi mengalami kerugian yang cukup signifikan.
Potensi kerugian tersebut muncul seiring dengan lonjakan inflasi yang melanda sejumlah negara Eropa, yang memaksa ECB dan bank sentral negara-negara anggota Uni Eropa untuk menaikkan suku bunga.
Imbasnya, ECB harus membayar bunga yang jauh lebih besar kepada perbankan komersial atas simpanan senilai €5 triliun lewat pembelian obligasi secara besar-besaran dan fasilitas pinjaman murah.
Alat stimulus tersebut, yang selama ini digunakan dalam beberapa tahun terakhir saat inflasi terlalu rendah, kini justru cenderung mendorong ECB dan beberapa pemegang sahamnya, seperti Bank sentral Jerman (Deutsche Bundesbank), Bank Sentral Belanda (De Nederlandsche Bank/DNB), dan Bank Sentral Belgia (Nationale Bank van België/NBB), terjerembab ke zona merah.
Sebagaimana dilansir oleh Reuters, Rabu (30/11/2022), atas kondisi yang memburuk tersebut, upaya mencari dana talangan dianggap menjadi langkah paling realistis yang bisa ditempuh oleh ECB agar biaya operasional dapat tetap terpenuhi.
"Kami harus melawan (inflasi) dengan menaikkan suku bunga, yang mengakibatkan beban bunga lebih tinggi yang harus kami bayarkan ke bank. (Kondisi) ini membuat keuntungan kami merosot, dan bahkan mungkin akan merugi," tulis ECB, dalam keterangan resminya, sebagaimana dilansir oleh Reuters, dalam laporannya.
Namun, opsi mencari dana talangan ini pun memantik berbagai kecaman, yang mempertanyakan independensi bank sentral atas peluang intervensi yang bisa saja dilakukan oleh pihak ketiga pemberi pinjaman.
Atas dasar itu, masyarakat yang notabene telah membayar pajak mengaku tak mau peduli dan enggan memberikan toleransi atas aksi pencairan dana talangan tersebut.
Semakin ironis, lantaran keuangan ECB semakin memburuk, kabar ini menjadi semakin menyakitkan bagi bank sentral dari negara-negara yang selama ini justru telah mengelola fiskalnya secara hati-hati.
Dengan kondisi buruk yang terjadi, bank sentral dari negara-negara ini justru akan menjadi pihak yang paling terpukul, lantaran simpanan yang selama ini mereka timbun dalam bentuk deposito dan obligasi yang mereka atas nama ECB, justru bakal bernilai nol, atau bahkan minus.
Bank Sentral Belanda (DNB), misalnya, secara terbuka telah mengakui kemungkinan dibutuhkannya upaya rekapitulasi dari pemerintah, meski Menteri Keuangan, Sigrid Kaag, menegaskan bahwa kondisi tersebut 'belum di atas meja', alias belum disepakati secara kelembagaan resmi.
Namun, dari ECB sendiri, yang sebagian besar dimiliki oleh bank sentral 19 negara yang telah mengadopsi euro, dan menyumbang delapan persen dari neraca yang disebut Eurosystem, memastikan bahwa pihaknya telah memiliki langkah antisipatif atas kondisi yang terjadi saat ini.
Selain menghabiskan persediaan, ECB membuka kemungkinan untuk memanfaatkan pendapatan apa pun yang dihasilkan bank sentral nasional dari operasi kebijakan moneter mereka, seperti obligasi dan pinjaman.
Upaya tersebut diyakini dapat menunda kerugian yang tersisa dengan menuliskannya di neraca sebagai klaim terhadap keuntungan masa depan. Opsi ini menjadi salah satu solusi yang kini sedang dipertimbangkan oleh Bundesbank.
"Pada akhirnya, (upaya) mengembalikan suku bunga pada situasi yang positif, akan mendukung profitabilitas Eurosystem dalam jangka menengah," sebut ECB.
Selain itu, ECB juga menegaskan bahwa meski mengalami kerugian yang menghabiskan seluruh modalnya, bank sentral secara umum masih tetap dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Kondisi ini, disebut ECB, sudah pernah terjadi dalam beberapa dekade di sejumlah negara, seperti Jerman.
Namun, ECB juga mengatakan bahwa hal itu harus tetap dikapitalisasi dengan baik untuk melindungi independensinya dari pemerintah dan kredibilitasnya sebagai pejuang inflasi.
Di lain pihak, pemerintah negara Kawasan Euro juga diklaim sangat diuntungkan dari kebijakan longgar ECB, baik melalui biaya pinjaman yang lebih rendah maupun melalui dividen yang dibayarkan oleh bank sentral nasional mereka. Yang itu berarti bahwa mereka dapat diharapkan mengembalikan sejumlah uang.
"Penting untuk diingat bahwa bank sentral tidak seperti perusahaan biasa. Mereka dapat kehilangan uang dan tetap beroperasi secara efektif. Tapi tetap saja, prinsip kemandirian finansial menyiratkan bahwa bank sentral nasional pada akhirnya harus selalu memiliki modal yang cukup," tegas ECB. (TSA)
Penulis: Hafiz Habibie