IDXChannel - Bank Indonesia (BI) baru saja mengumumkan kenaikan suku bunga acuan atau BI 7-day Reverse Repo Rate (DRRR) sebesar 50 basis poin (bps) menjadi 4,75%.
Sementara, suku bunga deposit facility juga naik sebesar 50 bps menjadi 4% persen dan lending facility naik 50 bps menjadi 5,5% persen.
“RDG BI pada 19-20 Oktober 2022 memutuskan untuk menaikkan BI 7DRRR sebesar 50bps menjadi 4,75persen,” ujar Gubernur BI Perry Warjiyo dalam konferensi pers, Kamis (20/10/2022).
Sebelumnya, pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) 21 September 2022, BI menaikkan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) naik sebesar 50 bps menjadi 4,25%.
Kemudian, suku bunga Deposit Facility sebesar 50 bps menjadi 3,5%, dan suku bunga lending facility sebesar 50 bps menjadi 5%.
Perry ingin memastikan inflasi inti kembali ke sasaran 3±1% lebih awal pada paruh pertama 2023.
Sektor Perbankan Masih Aman
Di sektor perbankan, BI mengapresiasi kontribusi perbankan dalam mengakselerasi pemulihan ekonomi nasional melalui peningkatan penyaluran kredit dan pembiayaan kepada dunia usaha, termasuk dengan menjaga suku bunga kredit tetap akomodatif.
"Dengan memperhatikan perkembangan tersebut serta upaya sinergis yang dilakukan otoritas, sektor keuangan, dan dunia usaha, maka pertumbuhan kredit pada 2022 diprakirakan berada pada kisaran 9 - 11% (yoy)," kata Perry Warjiyo dalam konferensi pers, Kamis (20/10).
Menurutnya, ketahanan sistem keuangan, khususnya perbankan, tetap terjaga baik dari sisi permodalan maupun likuiditas.
Permodalan perbankan tetap kuat dengan rasio kecukupan modal atau Capital Adequacy Ratio (CAR) sebesar 25,12% pada Agustus 2022.
Selain itu, seiring dengan kuatnya permodalan, risiko tetap terkendali yang tercermin dari rasio kredit bermasalah atau Non-Performing Loan (NPL) tercatat 2,88% (bruto) dan 0,79% (neto) pada periode yang sama.
Likuiditas perbankan pada September 2022 tetap terjaga didukung oleh pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) sebesar 6,77% (yoy), meskipun lebih rendah dibandingkan pertumbuhan pada Agustus 2022 sebesar 7,77%.
Hasil simulasi Bank Indonesia juga menunjukkan bahwa ketahanan perbankan masih terjaga. Namun, potensi dampak dari sejumlah faktor risiko, baik dari sisi kondisi makroekonomi domestik maupun gejolak eksternal, tetap perlu diwaspadai.
Waspadai ‘Cash is The King’
BI juga mengungkapkan tekanan inflasi masih mendominasi perekonomian di sejumlah negara. Kondisi ini akan menyebabkan pasar keuangan global akan terus diwarnai ketidakpastian global hingga 2023.
Kondisi ini dikhawatirkan juga masih akan berdampak pada kondisi pasar keuangan Tanah Air. Salah satunya adalah kaburnya investor portofolio asing dari pasar Indonesia. Perry menyebutkan, fenomena cash is the king masih perlu untuk diwaspadai.
Cash is the king adalah fenomena para pelaku pasar lebih memilih memegang uang cash berbentuk dolar Amerika Serikat (AS).
“Ada risiko persepsi investor, yaitu kecenderungan investor untuk menarik dananya dari emerging market terutama investasi portofolio dan menyimpannya dalam bentuk tunai atau biasa disebut cash is the king,” imbuh Perry.
Kondisi ini didukung oleh meroketnya indeks dolar AS. Menurut Perry, sepanjang tahun ini, indeks dolar AS melesat lebih dari 18%.