Menurut laporan BPK ini, terdapat dua masalah penerbitan IUP. Pertama, ketidaklengkapan persyaratan perizinan atas 61 IUP dari aspek administrasi, kewilayahan, teknis, finansial, dan lingkungan.
Kedua, ketidakjelasan dokumen yang dilampirkan pada proses pendaftaran 27 IUP, seperti dokumen IUP persetujuan pencadangan wilayah, eksplorasi, maupun operasi produksi tidak terdapat dalam database pemda atau berbeda peruntukan dari yang tercantum pada SK Bupati.
"Akibatnya, IUP yang diterbitkan berpotensi menimbulkan permasalahan sengketa perizinan, tumpang tindih kewilayahan, pengelolaan tambang yang tidak sesuai dengan kaidah pertambangan yang baik dan merusak lingkungan, serta bermasalah dalam pemenuhan kewajiban finansial kepada negara. Selain itu, validitas dokumen legalitas 27 IUP yang terdaftar di aplikasi MODI kurang memadai," tulis BPK.
Atas permasalahan tersebut, BPK merekomendasikan Bahlil agar menginstruksikan Dirjen Minerba untuk melengkapi dokumen pengajuan dan pendaftaran atas 61 IUP Mineral Logam yang kurang lengkap.
Selain itu, Bahlil diminta untuk melakukan rekonsiliasi data terhadap 27 IUP dengan pemerintah daerah dan instansi terkait, serta melakukan tindakan penertiban dan/atau sanksi administratif terhadap perizinan usaha pertambangan sesuai kewenangan yang dimiliki.
(Febrina Ratna)