Keputusan ini didasari harga beras domestik yang saat ini sudah di atas Harga Pokok Penjualan (HPP).
“Pertanyaannya, kenapa harga beras domestik mahal, yaitu dengan harga rata-rata beras di penggilingan mencapai Rp10.300 per kilogram, bahkan lebih mahal dari harga beras impor yang berkisar Rp8.500 sampai Rp9.000 per kilogram? Isu ini yang harus diselesaikan oleh pemerintah,” tegas Arsjad.
Indonesia sebenarnya memiliki potensi produksi pangan yang cukup baik. Badan Pangan Nasional (Bapanas) mencatat ada surplus tahunan tahunan sekitar 1,7 juta ton di 2022.
Perbaiki Ekosistem Rantai Pasok Pangan
Arsjad membeberkan adanya masalah dari sisi rantai pasok atau distribusi. Dia menilai, jalur distribusi beras di Indonesia cukup panjang. Selama ini, rantai distribusi
beras melibatkan 3 pelaku dengan margin masing-masing pelaku mencapai 11%-12%.
Banyaknya pelaku yang terlibat dalam distribusi beras nasional tersebut membuat harga di tingkat konsumen ritel melambung tinggi.
Arsjad menambahkan, logistik pangan memiliki peran vital dalam memastikan ketersediaan pangan dengan harga yang terjangkau. Sistem logistik pangan di Indonesia masih lemah.
Pernyataan ini didukung oleh data indikator biaya logistik. Dia melihat biaya logistik cukup tinggi sehingga harga beras pada tingkat ritel menjadi relatif mahal. Saat ini, rata-rata harga pasar beras premium tertinggi berada pada level Rp12.000 per kg.
Arsjad menambahkan, ada sekitar 11 daerah yang masih defisit beras.
“Dalam mengatasi permasalahan ini, perbaikan sistem logistik pangan dan pemahaman ekosistem rantai pasokan pangan perlu menjadi perhatian bersama,” ucapnya.