Di sisi lain, para pengusaha ini responsif terhadap adopsi prinsip-prinsip kapitalis yang semakin meningkat oleh pemerintah.
Sejak tahun 1978, pemerintah secara bertahap menyetujui kerjasama luar negeri sebagai kebutuhan untuk mengembangkan ekonominya.
Namun, pendekatan kepemimpinan komunisme ala China ini juga menjadi kekhawatiran para investor. Terutama jika prinsip ‘pengawasan dan pengaturan’ monopolistik diterapkan dalam pasar.
Christopher Marquis dan Kunyuan Qiao dari London School of Economics dalam The Paradox of Communist Entrepreneurs in China meneliti implikasi dari jejak ideologi komunis para pengusaha ini terhadap ekonomi China.
Marquis dan Qiao menemukan bahwa embel-embel ‘komunisme’ ini secara negatif mempengaruhi persepsi pengusaha dan dengan demikian kecenderungan untuk mempengaruhi kerja sama dengan mitra bisnis asing.
Jejak ideologi komunis dengan penekanan anti-Barat juga telah menghambat proses ekspansi dan internasionalisasi usaha swasta China beberapa waktu terakhir. Termasuk dalam hal menerima investasi asing dan menjelajahi pasar luar negeri.
Beberapa pengusaha komunis mengekspresikan identitas komunis mereka melalui penolakan untuk berpartisipasi dalam pasar modal dan pasar global.
Mengutip Investopedia, beberapa risiko yang terkait dengan investasi di China, di antaranya termasuk struktur komunisnya, perbedaan peraturan dengan prinsip perdagangan internasional, dan adanya kekhawatiran intervensi ‘orang dalam’.
Sebagai perbandingan, di Amerika Serikat (AS), peran ‘orang dalam’ dalam pasar diatur secara intensif. Integritas sistem berbasis pasar bertumpu pada premis bahwa perdagangan efek (securities) tidak dimanipulasi oleh orang dalam perusahaan.
Sementara di tahun 2008, China melarang aktivitas trading saham oleh pemegang saham utama sebulan sebelum perusahaan merilis laporan keuangannya.
Beberapa studi ekonomi juga menunjukkan bahwa intervensi orang dalam terhadap pasar China masih menjadi masalah investasi di negara ini.
Sebelumnya, banyak perusahaan China juga terdaftar (listing) langsung di bursa saham AS. Beberapa tahun lalu, perusahaan-perusahaan ini bahkan menjadi kesayangan pasar atau market darling.
Namun, dalam beberapa tahun terakhir, hampir semuanya berada di bawah pengawasan ketat karena para investor tidak mempercayai laporan keuangan mereka. Karena rendahnya kepercayaan investor inilah, banyak harga saham perusahaan China yang terdaftar di AS turun secara signifikan. (ADF)