Meski demikian Benny menilai keputusan pemerintah menaikan CHT 12% yang akan berlaku di bulan januari sebetulnya cukup mepet. Karena perusahaan perlu mempersiapkan strategi kedepan menghadapi keniakan CHT tersebut.
"Harusnya Oktober atau awal November sudah dibuat, ini paling penting, karena ini menyangkut kepastian usaha," sambungnya.
Benny melihat keputusan ini memang bertujuan untuk pengurangan produksi hasil tembakau dari 320 miliar menjadi 310 miliar batang pertahunnya.
"Kami khawatirkan adalah penurunan dari prevalensi rokok, karena belum tentu menurunnya produksi akan menyebabkan turunnya prevalensi merokok," lanjut Benny.
"Dengan naiknya harga rokok, maka perokok yang cukup adiktif ini akan mencari rokok yang lebih murah dan terjangkau daya belinya sehingga bisa saja justru mencari rokok ilegal," tutup Benny. (RAMA)