Bank Indonesia
Pada 2022, tepatnya di awal tahun, kasus kebocoran data juga kembali terulang di Indonesia yang menimpa Bank Indonesia (BI). Peristiwa ini terjadi pada sekitar 16 komputer di kantor cabang BI Bengkulu.
Namun menurut Pakar Keamanan Siber, Alfons Tanujaya, data yang bocor tidak hanya dari kantor Bengkulu tetapi juga di 20 kota lain. Dokumen yang bocor mencapai 52 ribu dari 200 komputer dengan ukuran data 74,82 GB.
Sementara di sektor e-commerce, beberapa marketplace juga pernah melaporkan mengalami kebocoran data. Kondisi ini tentu meresahkan bagi para konsumen.
Bukalapak
13 juta akun pengguna Bukalapak diretas oleh hacker asal Pakistan pada 2019. Kepala Komunikasi Korporat Bukalapak, Intan Wibisono pada saat itu mengklaim tidak ada data penting dan informasi pribadi yang berhasil diretas seperti user password atau pun data finansial.
Tokopedia
Pada Juli 2020, hasil temuan Lembaga Riset Siber Indonesia Communication and Information System Security Research Center (CISSReC) menyatakan 91 juta data pengguna akun e-commerce Tokopedia bocor. Adapun data tersebut bahkan beredar di akun Facebook beserta tautan unduhannya.
RedMart Lazada
Pada Oktober 2020, sebanyak 1,1 juta data pengguna supermarket online RedMart milik Lazada juga diretas. Beberapa informasi pribadi seperti nama, nomor telepon, e-mail, alamat, password, hingga nomor kartu kredit pengguna RedMart diperjual belikan di forum gelap.
Pihak Lazada tidak menampik upaya pencurian data pengguna ini. Menurut Lazada, data-data tersebut dicuri dari database RedMart yang dihosting oleh penyedia layanan pihak ketiga. Lazada mengklaim data yang dicuri peretas merupakan data kadaluarsa.
Data sektor perbankan dan e-commerce yang berhasil bocor ke tangan pihak tidak bertanggung jawab menjadi rentan untuk disalahgunakan dan berbahaya bagi pemilik data yang sah. Hal ini mendorong peningkatan kasus kejahatan siber.
Serangan penjahat siber terhadap situs e-commerce dan perbankan biasanya lebih ditujukan untuk mendapatkan informasi pribadi dan keuangan. Hal ini akan mudah disalah gunakan dengan beberapa skema kejahatan siber. Seperti penipuan kartu kredit, penggelapan dana, skimming atau tindakan pencurian informasi kartu kredit atau debit, hingga penggunaan data untuk pinjaman online (pinjol) illegal.
Sejak akhir 2020 lalu, Chairman Indonesia Cyber Security Forum (ICSF) Ardi Sudteja menekankan pentingnya mengedepankan perspektif keamanan dan ketahanan siber di Indonesia, mengutip Okezone.com.
Keamanan dan ketahanan siber harusnya meliputi perlindungan dan pengamanan jaringan komputer, pengolahan data, infrastruktur, dan sistem operasi (OS) dari gangguan dan ancaman, baik dari dalam maupun luar negeri. Bukan terkait dengan keamanan nasional saja, namun juga upaya mendorong penegakkan hukum di bidang keamanan data pribadi. (ADF)