sosmed sosmed sosmed sosmed
get app
Advertisement

Dilema Batu Bara, Penyumbang Emisi Terbesar tapi Masih Jadi Andalan

Economics editor Maulina Ulfa - Riset
08/09/2022 17:38 WIB
Harga batu bara baru-baru ini kembali mencatatkan rekor tertinggi sepanjang sejarah. Dianggap sebagai ‘energi kotor’, batu bara ternyata masih dibutuhkan dunia.
Dilema Batu Bara, Penyumbang Emisi Terbesar tapi Masih Jadi Andalan. (Foto: MNC Media)
Dilema Batu Bara, Penyumbang Emisi Terbesar tapi Masih Jadi Andalan. (Foto: MNC Media)

Musuh Perubahan Iklim, Bank Bakal Stop Pendanaan

Bergejolaknya pasar batubara Eropa inilah yang mempengaruhi sentimen di belahan bumi lainnya, termasuk di Indonesia.

Meski permintaan sedang tinggi, beberapa bank multinasional memutuskan untuk menghentikan pembiayaan di sektor batu bara.

Lembaga finansial asal Inggris, Bank Standard Chartered (StandChart), telah mengakhiri hubungannya dengan salah satu perusahaan batubara terbesar di Indonesia, PT Adaro Energy Indonesia Tbk (ADRO). 

Kebijakan ini diberlakukan setelah perusahaan menerapkan visi berkelanjutan untuk mendukung program pengurangan emisi dan mencegah perubahan iklim.

Adapun Adaro merupakan salah satu produsen batu bara terbesar di Indonesia. (Lihat tabel di bawah ini.)

Setelah StandChart, kini DBS Bank akan mengurangi eksposur modal bagi emiten emas hitam milik Garibaldi 'Boy' Thohir tersebut.

Tak main-main, DBS menegaskan akan memangkas pendanaan cukup signifikan pada akhir 2022.

"Kami tidak berniat memperbarui pendanaan apabila bisnis tersebut masih didominasi batu bara," ujar juru bicara DBS Bank, dilansir dari Straits Times, Kamis (8/9/2022).

Dengan moncernya harga batu bara di pasar internasional, beberapa perusahaan juga berhasil mendulang cuan.

Sebut saja, laba bersih ADRO melesat 613,48% secara tahunan (yoy) menjadi USD1,21 miliar atau setara dengan Rp18,05 triliun (asumsi kurs 14.890/USD) pada semester I 2022.

Menurut laporan keuangan perusahaan di website Bursa Efek Indonesia (BEI), laba bersih tersebut lebih tinggi dibandingkan laba periode yang sama tahun sebelumnya yang sebesar USD169,96 juta.

Kenaikan laba yang cemerlang tersebut tidak lepas dari pertumbuhan pendapatan bersih sebesar 126,61% yoy menjadi USD3,54 miliar (Rp52,73 triliun) selama enam bulan pertama 2022. Ini merupakan, mengutip manajemen, pendapatan tertinggi dalam sejarah ADRO.

Dalam rilis pers perusahaan, Selasa (30/8), manajemen menjelaskan, kenaikan laba ADRO pada semester I 2022 “berkat harga [batu bara] yang sangat tinggi dalam sejarah akibat peristiwa-peristiwa geopolitis dan efisiensi operasional yang dilakukan secara berkesinambungan”. (ADF)

Halaman : 1 2 3 Lihat Semua
Advertisement
Advertisement