IDXChannel – Batu bara menjadi salah satu komoditas paling ‘hot’ sepanjang tahun ini. Dianggap sebagai ‘energi kotor’, batu bara ternyata masih dibutuhkan untuk menggerakkan ekonomi dunia.
Teranyar, harga batu bara dunia pada minggu ini sempat kembali naik ke level tertinggi sepanjang sejarah. Berdasarkan data ICE Newcastle Coal, harga batu bara mencetak rekor tertinggi dalam sejarah pada Senin (5/9/2022) di USD463,75 per ton ataupun naik 5,18 persen.
Adapun untuk kontrak Oktober 2022, perdagangan ditutup dengan harga USD434,7 per ton atau turun sebesar 3,67 persen pada 7 September 2022. (Lihat tabel di bawah ini.)

Salah satu faktor melambungnya harga si batu hitam ditengarai akibat dinamika geopolitik di benua Eropa.
Ini terkait konflik Rusia-Ukraina yang menyebabkan gangguan pasokan aliran gas dari Rusia ke Eropa. Hal ini mendorong permintaan batu bara meningkat sebagai alternatif pengganti gas.
Gas merupakan salah satu energi penting bagi Eropa, terutama sebagai bahan bakar pemanas ketika benua Biru tersebut memasuki musim dingin.
Sebagai salah satu produsen gas terbesar, Rusia menjadi salah satu pemasok utama gas ke Eropa.
Pesona Energi Fosil
Di tengah dunia yang tengah mengurangi penggunaan energi fosil, salah satunya batubara, menuju energi yang lebih bersih, peningkatan permintaan akan emas hitam ini menuai paradoks.
Pasalnya, banyak negara-negara Eropa kembali beralih menggunakan batu bara setelah mereka terancam tidak bisa memenuhi kebutuhan energi menjelang musim dingin.
Kenaikan akan permintaan batu bara ini menyebabkan upaya mengurangi emisi dari meminimalisir penggunaan energi fosil jadi terhambat.
Mengutip France24, Eropa tengah berjuang menghadapi ancaman krisis energi. Dampak terburuknya dapat menyebabkan pemadaman listrik secara bergilir, menutup pabrik, hingga ancaman resesi yang semakin dalam.
Krisis semakin dalam ketika eksportir gas milik Rusia, Gazprom, menutup pipa utama yang mengalirkan gas ke Jerman. Hal ini juga dipengaruhi sanksi yang dijatuhkan Uni Eropa dalam melarang banyak transaksi bisnis dengan Rusia.
“Para pejabat Eropa menyebut ini sebagai bentuk pemerasan energi, yang bertujuan untuk menekan dan memecah belah Uni Eropa karena mendukung Ukraina melawan invasi Rusia,” tulis France24, (7/9).