"Kayanya semua punya masalah yang sama dalam hal timing Pak, jadi bukan cuma Antam," ujarnya.
Ardianto mengungkapkan, meskipun semua pihak seperti pemerintah, legislatif, dan pelaku usaha yang memiliki niat yang sama, masalah timbul pada interpretasi aturan di lapangan.
"Persoalannya lebih ke arah bagaimana penegak hukum, aparat penegak hukum membaca aturan Pak," kata Ardianto.
"Di situ tergali Pak bahwa ternyata aparat penegak hukum bisa mempunyai pendapat yang berbeda dengan maksud dari Kepmen-nya," katanya.
Perbedaan tafsir ini membuat penjualan produk Antam (feronikel dan bauksit), serta PT Bukit Asam (PTBA) untuk batu bara, menjadi sangat berhati-hati. Ardianto menambahkan bahwa hambatan ini hanya mengikat pada industri yang terikat dengan peraturan ESDM.
Kondisi tersebut berdampak fatal pada tambang bauksit Antam. Penjualan hanya bisa dilakukan ke pihak terafiliasi seperti Inalum dan BAI, menyebabkan stok menumpuk.