sosmed sosmed sosmed sosmed
get app
Advertisement

Ekonom Sebut Ada Potensi Krisis Keuangan di Pertengahan 2024

Economics editor Kunthi Fahmar Sandy
29/10/2023 08:01 WIB
Pemerintahan hasil pemilihan presiden 2024 harus siap menghadapi permasalahan ekonomi yang serius.
Ekonom Sebut Ada Potensi Krisis Keuangan di Pertengahan 2024 (FOTO:MNC Media)
Ekonom Sebut Ada Potensi Krisis Keuangan di Pertengahan 2024 (FOTO:MNC Media)

IDXChannel - Dalam suasana ketegangan mata uang dolar AS yang terus menguat terhadap rupiah, dengan prospek bahwa kondisi ini akan berlangsung dalam jangka waktu yang panjang.

Pemerintahan hasil pemilihan presiden 2024 harus siap menghadapi permasalahan ekonomi yang serius. Sebagian ekonom pun mulai memperingatkan tentang potensi krisis keuangan yang mengintai.

Awalil Rizky, ekonom dari Bright Institute, menjelaskan dalam sebuah diskusi daring yang diadakan oleh Narasi Institute pada Jumat, 27 Oktober 2023, bahwa situasi ekonomi saat ini tidak dalam kondisi yang baik. Ia menyatakan bahwa ancaman krisis masih ada, terutama yang diperkirakan akan datang pada pertengahan tahun 2024.

"Artinya, calon presiden dan wakil presiden yang terpilih dalam pemilihan presiden tahun 2024 akan menghadapi tantangan berat dalam mengelola ekonomi," tulisnya dalam siaran pers Minggu (29/10/2023). 

Saat ini, masuknya modal asing telah menurun, cadangan devisa (cadev) terus menyusut akibat tindakan moneter, dan kemampuan fiskal pemerintah dianggap kurang memadai.

Awalil menegaskan bahwa jika krisis pangan dan energi masih terus melanda dunia dan nilai tukar rupiah semakin melemah, tak ada pilihan selain untuk mengambil utang, terlepas dari siapa presidennya.

Awalil juga memperhatikan bahwa modal asing telah meninggalkan Indonesia, dan ini adalah kenyataan yang sulit untuk disangkal. Transaksi finansial seperti investasi langsung, portofolio, dan investasi lainnya selama bertahun-tahun cenderung mencatat surplus atau kelebihan masuk uang. Bahkan saat pandemi COVID-19 melanda pada tahun 2020 dan 2021, surplus tersebut tetap ada meskipun mengalami penurunan.

Namun, segalanya berubah pada tahun 2022. Transaksi finansial mengalami defisit pertama kalinya sejak tahun 2009, dengan jumlah mencapai 8,33 miliar dolar AS, bahkan menjadi rekor defisit terbesar dalam dua dekade terakhir.

Pada kuartal kedua tahun 2023, investasi portofolio yang meninggalkan Indonesia terus berlanjut seperti yang terjadi pada tahun 2022, mencapai angka 8,47 miliar dolar AS. 

Investasi lainnya selama paruh pertama tahun 2023 juga mencatat defisit sebesar 9,02 miliar dolar AS, melanjutkan tren defisit pada tahun 2022 yang mencapai 14,72 miliar dolar AS.

Awalil juga menyoroti masalah ketidaktransparanan beban utang Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Data yang akurat mengenai beban utang, bunga, dan cicilan dari BUMN sangat sulit didapatkan oleh para ekonom.

Awalil juga mengkritik pernyataan Bank Indonesia (BI) yang sering mengklaim bahwa cadangan devisa (cadev) masih dalam keadaan aman. Padahal menurutnya, kenyataannya tidak begitu. Pada Agustus 2021, IMF memberikan Special Drawing Rights (SDR) sebesar 4,46 miliar SDR, setara dengan 6,5 miliar dolar AS.

Padahal menurut Awalil, kenyataannya adalah bahwa cadev pada bulan September 2023 hanya mencapai 128 miliar dolar AS, merupakan posisi terendah dalam tujuh tahun terakhir. "Pemberian SDR oleh IMF ini, tidak terkait dengan kinerja transaksi internasional yang biasa, tetapi secara akuntansi dicatat sebagai utang BI kepada IMF dan masuk dalam statistik Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia," papar dia.

Sementara itu, menurut laporan Eksekutif Kepala Departemen Komunikasi BI, Erwin Haryono, cadangan devisa Indonesia pada akhir September 2023 mencapai 134,9 miliar dolar AS atau setara dengan 2.117,93 triliun rupiah. 

Angka ini mengalami penurunan dibandingkan dengan cadangan devisa pada akhir Agustus 2023 yang mencapai 137,1 miliar dolar AS atau setara dengan 2.152,47 triliun rupiah.

Menurut Erwin, penurunan cadangan devisa ini disebabkan oleh pembayaran utang luar negeri pemerintah serta kebutuhan untuk operasi moneter atau stabilisasi nilai tukar rupiah. Meski begitu, Erwin mengklaim bahwa cadangan devisa Indonesia masih dalam kondisi aman dan setara dengan pembiayaan impor selama enam bulan serta pembayaran utang luar negeri pemerintah.

Cadangan devisa Indonesia juga masih di atas standar internasional yang setara dengan tiga bulan impor, dan masih mampu mendukung sektor eksternal serta menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan. 

(SAN)

Halaman : 1 2 3 4
Advertisement
Advertisement