"Rentang asumsi pertumbuhan yang cukup lebar mencerminkan faktor ketidakpastian yang tinggi dari dinamika perekonomian global. Menghadapi hal ini, APBN tetap dioptimalkan sebagai instrumen shock absorber manakala terjadi guncangan," tambah Sri.
Dia mengatakan, dinamika dan prospek ekonomi global tentu saja berdampak pada sektor eksternal (external balance) Indonesia tahun 2023. Kinerja ekspor diperkirakan masih kuat.
"Namun demikian, sejalan dengan menguatnya ekonomi kita, permintaan impor juga akan meningkat. Neraca jasa-jasa juga diperkirakan kembali akan mengalami tekanan sejalan dengan meningkatnya perjalanan ke luar negeri, dari terutama kelompok menengah kaya. Hal ini berpotensi menekan neraca transaksi berjalan (TB) kita," ucap Sri.
Selain itu, percepatan pengetatan kebijakan moneter the Fed, akan mengakibatkan gejolak pasar keuangan global, mendorong capital outflow, dan pada akhirnya akan menekan neraca transaksi modal dan finansial (TMF) Indonesia.
"Oleh karena itu, potensi tekanan pada neraca pembayaran kita meningkat di tahun 2023. Hal ini pada gilirannya akan berdampak pula pada nilai tukar, yield SBN dan inflasi di tahun 2023. Akselerasi transformasi ekonomi diharapkan dapat memberikan dampak yang signifikan dan inklusif pada kinerja pertumbuhan kita," papar Sri.