Perundingan IEU-CEPA disebut telah melalui proses panjang selama sembilan tahun, dan terdiri dari 19 putaran negosiasi. Dengan rampungnya seluruh isu teknis, Indonesia optimistis akan memperoleh dampak ekonomi konkret, terutama dari sisi ekspor dan daya saing produk nasional di pasar internasional.
Airlangga menjelaskan selama ini produk ekspor Indonesia dikenai bea masuk lebih tinggi dibandingkan negara tetangga seperti Vietnam yang telah memiliki perjanjian serupa dengan Uni Eropa.
“Selama ini produk kita dikenakan (tarif) 10-20 persen. Sedangkan Vietnam sudah 0 persen. Jadi dengan cost (biaya) yang lebih tinggi saja Indonesia bisa masuk ke pasar Eropa. Tentunya kalau pasarnya dinolkan, kita berharap lebih besar lagi volume barang yang bisa masuk,” ujarnya.
Pemerintah meyakini pembukaan akses pasar melalui IEU-CEPA tidak hanya akan meningkatkan volume ekspor, tetapi juga memperkuat posisi Indonesia dalam rantai pasok global.
Menurut Airlangga, struktur perdagangan Indonesia dan Uni Eropa bersifat saling melengkapi, bukan bersaing langsung, sehingga akan saling menguntungkan kedua belah pihak.