Ia juga menambahkan adanya masalah branding, atau penjenamaan, dalam pemasaran pupuk itu.
“Aksara Mandarin yang digunakan untuk menyebut sisa limbah itu adalah 'lumpur kotor' – tidak terdengar bagus," lanjutnya. “Meskipun kami memproduksi bahan makanan yang aman, saya rasa orang-orang awam akan memperoleh kesan negatif ketika mendengar bahwa pupuk [yang kami gunakan] terbuat dari kotoran manusia.
” Namun, ia tidak ingin menyembunyikan fakta bahwa ia memang menggunakan pupuk tersebut. Ia justru ingin pupuk itu dapat lebih dipromosikan lebih luas.
“Dengan menggunakan pupuk ini, kami dapat memanfaatkan kembali limbah. Kami terlalu mengandalkan bahan impor dalam industri pertanian, dan terkadang sulit untuk mendapatkan bahan-bahan tersebut dari luar negeri. Jadi, jika kami bisa memproduksinya di dalam negeri sendiri, kami dapat bertani dengan tenang dan teratur. Saya harap pupuk ini akan menjadi lebih populer,” pungkasnya.
(DKH)