Mengutip laman Ditjen Pajak RI, besarnya PTKP ditentukan berdasarkan status wajib pajak pada awal tahun pajak yang bersangkutan. Status wajib pajak terdiri dari:
- Tidak Kawin, ditambah dengan banyaknya tanggungan anggota keluarga
- Kawin, ditambah dengan banyaknya tanggungan anggota keluarga
- Kawin, tambahan untuk istri (hanya seorang) yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami, ditambah dengan banyaknya tanggungan anggota keluarga
Tanggungan anggota keluarga adalah anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat, yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 (tiga) orang untuk setiap keluarga.
Penghitungan pajak penghasilan orang pribadi diterapkan atas penghasilan yang jumlahnya melebihi batas PTKP.
Besaran PTKP ini masih sama dalam UU HPP, yaitu Rp54 juta untuk orang pribadi belum menikah, tambahan Rp4,5 juta untuk wajib pajak kawin, dan tambahan Rp4,5 juta untuk setiap tanggungan maksimal 3 orang.
Kedua, yaitu penambahan objek PPh final pasal 4 ayat (2). Pada UU PPh, belum ada pasal yang mengatur perlakuan PPh atas penghasilan berupa bunga surat berharga jangka pendek yang diperdagangkan di pasar uang secara tegas.
Oleh karena itu, terdapat perubahan pada pasal 4 ayat (2) huruf a dalam UU HPP yang mengatur pajak atas penghasilan tersebut.
Ketiga, adalah penyesuaian ketentuan penyusutan dan amortisasi. Amortisasi mengacu pada pengurangan membayar biaya pokok dan bunganya.
Sederhananya, aset tidak berwujud bisa diturunkan nilainya dalam jangka waktu tertentu, istilah ini disebut amortisasi.
Dalam UU HPP, mengatur memberikan pilihan bagi wajib pajak dapat membebankan biaya penyusutan bangunan permanen dan amortisasi harta tak berwujud yang memiliki masa manfaat lebih dari 20 tahun sesuai dengan masa manfaat yang sebenarnya berdasarkan pembukuan wajib pajak.
Pasal terdampak atas perubahan ini adalah penambahan pada pasal 11 ayat (6a) dan pasal 11A ayat (2a), perubahan pasal 11 ayat (7) dan pasal 11A ayat (1a). Serta, penghapusan pasal 11 ayat (11).
Sementara Kinerja penerimaan pajak RI masih tumbuh positif hingga akhir tahun 2022. Angka penerimaan menunjukkan konsistensi sejak April 2021 sejalan dengan pemulihan ekonomi RI pasca pandemi Covid-19.
Kinerja penerimaan pajak RI hingga 14 Desember 2022 tercatat mencapai Rp1.634,4 triliun, atau 110,1% dari pagu anggaran dan tumbuh 41,9% year on year (yoy).
Menurut Kemenkeu, kinerja penerimaan pajak yang baik tersebut masih dipengaruhi oleh tren peningkatan harga komoditas, pertumbuhan ekonomi yang ekspansif, serta implementasi UU HPP seperti penyesuaian tarif PPN, PPN PMSE, serta Pajak Fintech dan Kripto. (ADF)