IDXChannel - Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) mendesak pemerintah melakukan evaluasi menyeluruh atas proyek pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Batangtoru di Kabupaten Tapanuli Selatan, Sumatera Utara.
Desakan itu disampaikan seiring dengan kembali terjadinya peristiwa yang memakan korban jiwa di areal proyek pembangunan pembangkit listrik yang dikelola PT North Sumatera Hydro Energy (NSHE) itu.
"Pertama sebagai putra daerah, saya ucapkan belasungkawa yang sedalam-dalamnya kepada korban meninggal dunia. Keluarga korban pasti amat terpukul atas musibah ini, kami turut berduka cita," kata Ketua Badan Pengurus Cabang (BPC) HIPMI Kota Padangsidimpuan, Tua Alpaolo Harahap, Kamis (25/8/2022).
"Kedua, saya berharap eksekutif dan legislatif tidak berdiam diri, ini momentum baik untuk membuat catatan dan evaluasi demi kebaikan bersama. Saya berharap menteri investasi yang juga mantan Ketua Umum HIPMI kami periode sebelumnya, Bahlil Lahadalia untuk dapat meninjau langsung proyek ini, bertujuan memberikan rasa aman dan nyaman di tengah-tengah masyarakat Tabagsel (Tapanuli Bagian Selatan)," tambahnya.
Tua mengatakan, evaluasi perlu dilakukan karena pihak NSHE selama ini dianggap tidak transparan atas apa yang terjadi di lokasi proyek pembangkit listrik berkapasitas 4×127,5 MW itu. Bahkan manajemen NSHE terkesan bungkam dan menutup-nutupi fakta kejadian yang sesungguhnya. Padahal desas-desus akan dampak negatif kehadiran pembangkit semakin liar di masyarakat.
"Kita mempertanyakan kenapa sampai hari ini belum ada pihak-pihak terkait yang memberikan penjelasan sejelas-jelasnya agar masyarakat Tabagsel mendapati informasi apa sesungguhnya yang terjadi di dalam sana," sebut Tua, Kamis (25/8/2022).
Tua menyatakan, proyek pembangunan PLTA Batangtoru sebenarnya memiliki nilai strategis dalam mendukung pasokan energi listrik di Sumatera Utara. Apalagi kapasitasnya produksi listriknya hingga 510 MW atau sekitar 15% pasokan listrik di Sumatera Utara.
"Kami berharap Pak Menteri dapat turun melihat ke dalam, mungkin level daerah tidak sanggup. Kita berharap banyak perhatian pusat untuk mengurusnya, sebab di Kabupaten Tapanuli Selatan tidak hanya Proyek Pemangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Batangtoru, tapi ada juga Tambang Emas Martabe serta Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Sorik Marapi di Mandailing Natal. Nilai investasinya triliunan rupiah, bisa sekalian semua di monitor lah sama Pak Menteri, agar lebih baik lagi kedepannya," harapnya.
Bagi masyarakat Tapanuli Bagian Selatan (Tabagsel), kata Tua, PLTA Batangtoru jelas sangat menguntungkan untuk mendorong kemajuan industri dan sektor ekonomi lainnya. Namun perlu diingat bahwa pembangunan PLTA ini juga jangan sampai menjadi sumber bencana bagi alam di Tabagsel.
"Masyarakat Tabagsel berhak tahu apa yang terjadi di sana karena kita yang bermukim tinggal dan hidup di sekitaran kawasan tersebut,”tambahnya.
Tua lebih lanjut menuturkan, HIPMI sangat mendukung investasi di PLTA Batangtoru ini. Tapi mereka juga harus mengawal dan mengawasi pengaruh lingkungannya terhadap kawasan.
"Oleh karena itu sudah sepantasnya transparansi dan pelibatan pihak-pihak sangat diperlukan agar tidak muncul spekulasi-spekulasi negatif. Apalagi hari ini bangsa kita tengah disuguhkan drama kasus di tubuh salah satu instansi penting negara ini, tingkat kepercayaan masyarakat tengah menurun terhadap negara," tukasnya.
Proyek PLTA Batang toru pengerjaannya di mulai tahun 2017 yang menggunakan areal lahan seluas kurang lebih 122 hektar di Kabupaten Tapanuli Selatan dan sebagian masuk kawasan Tapanuli Utara, Sumatera Utara. Proyek ini dikerjakan dengan nilai investasi lebih dari Rp 2 triliun dan menjadikan proyek ini salah satu proyek strategis nasional di kawasan Sumatera Utara.
PLTA Batangtoru nantinya akan dikelola PT North Sumatera Hydro Energy (NSHE) dan pengerjaannya melibatkan banyak kontraktor besar di dalamnya.
Selain HIPMI, desakan agar dilakukannya evaluasi terhadap proyek PLTA Batangtoru juga datang dari para aktivis lingkungan.
Diberitakan sebelumnya seorang tenaga kerja asing asal China, Wang Jian (52), tewas akibat tertimpa runtuhan batu di dalam terowongan proyek pembangunan PLTA Batangoru, pada Minggu, 21 Agustus 2022 kemarin. Bahkan berdasarkan laporan organisasi lingkungan Satya Bumi, dalam kurun dua tahun terakhir, proyek pembangunan PLTA Batangtoru telah menelan korban sekitar 16 jiwa.
Proyek pembangunan PLTA ini memang sejak awal telah menuai kecaman dari berbagai organisasi lingkungan. Itu karena lokasinya berada di wilayah habitat orangutan dan terletak di garis patahan gempa.
(DES)