sosmed sosmed sosmed sosmed
get app
Advertisement

Hippindo: Toko Ritel Terancam Bangkrut Jika Pintu Masuk Impor Pindah ke Indonesia Timur

Economics editor Iqbal Dwi Purnama
06/09/2024 10:38 WIB
Hippindo menilai rencana pemerintah memindahkan pintu masuk 7 barang impor ke Indonesia Timur mengancam daya beli masyarakat hingga kebangkrutan toko ritel.
Hippindo: Toko Ritel Terancam Bangkrut Jika Pintu Masuk Impor Pindah ke Indonesia Timur. (Foto: MNC Media)
Hippindo: Toko Ritel Terancam Bangkrut Jika Pintu Masuk Impor Pindah ke Indonesia Timur. (Foto: MNC Media)

IDXChannel - Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) menilai rencana pemerintah memindahkan pintu masuk 7 barang impor ke Indonesia Timur mengancam daya beli masyarakat hingga kebangkrutan toko ritel.

Ketua Umum Hippindo, Budihardjo Iduansjah, mengatakan kebijakan tersebut justru akan memperberat para pelaku industri dan ritel nasional. Sebab, ada komponen biaya tambahan, untuk mengirim bahan baku impor dari Indonesia timur ke pusat produksi atau ke ritel.

Ditambah dengan Infrastruktur di Indonesia Timur yang masih belum memadai jika dibandingkan dengan kawasan Indonesia Barat, terutama terkait transportasi dan logistik.

“Selain itu, biaya operasional yang tinggi, termasuk transportasi dan distribusi, akan berdampak pada kenaikan harga barang di pasar," ujarnya dalam keterangan resmi, Kamis (6/9/2024).

Kenaikan harga tersebut akan berdampak langsung pada daya beli masyarakat yang berdampak pada pendapatan pelaku usaha tergerus hingga mengancam toko-toko ritel tutup atau gulung tikar.

HIPPINDO juga menekankan solusi yang lebih efektif untuk menangani impor ilegal adalah dengan memperkuat pengawasan dan penegakan hukum di seluruh pelabuhan Indonesia, serta meningkatkan kolaborasi dengan pihak terkait untuk menertibkan pelaku impor ilegal.

"Selain memindahkan impor, kami melihat perlunya memperbanyak pasokan dari pabrik di dalam negeri. Jika perlu, kerja sama dengan pihak luar bisa dilakukan, namun dengan ketentuan bahwa barang yang diproduksi di Indonesia wajib dijual untuk kebutuhan dalam negeri, bukan hanya untuk ekspor," kata Budihardjo.

Menurutnya, paling utama yaitu pemenuhan stok barang, baik pangan maupun non-pangan, dengan fokus pada produk yang belum tersedia atau masih minim di Indonesia.

"Kebijakan ini harus mempertimbangkan aspek infrastruktur, biaya logistik, dan dampaknya terhadap industri serta konsumen, sehingga tujuan utama meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat dapat benar-benar tercapai," tutur Budihardjo.

(Febrina Ratna)

Halaman : 1 2
Advertisement
Advertisement