Teten mengatakan, penanganan penyelundupan impor pakaian bekas sangat tidak mudah. Sehingga diperlukan koordinasi secara terus menerus.
"Ini harus terus kami lakukan koordinasi dari hulu sampai hilir. Dari hulu tadi penyelundupnya, terus grosir-grosirnya, distribusi sampai ke pedagang," ujarnya.
Dia menjelaskan, sebelumnya penjualan baju bekas impor dilakukan secara offline dan tertutup, sehingga dampaknya tidak terlalu besar. Namun, saat penjualannya dilakukan di e-commerce maka dampaknya begitu besar bahkan sudah menjadi bagian dari gaya hidup (lifestyle).
"Keluhan yang kami terima dari masyarakat pertekstilan Indonesia, termasuk juga IKM dan UKM produsen produk pakaian jadi, itu betul-betul memang ketika ini sudah muncul di sosial media, di ecommerce itu yang cukup drastis menurun (permintaan produk pakaian jadi lokal)," jelasnya.