IDXChannel - Bisnis startup nasional dalam beberapa tahun terakhir tumbuh subur di pasar Indonesia. Namun demikian, belakangan muncul kabar tak sedap berupa maraknya bisnis startup yang melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) kepada pada karyawannya.
Yang menarik, fenomena PHK startup ini tidak hanya terjadi di Indonesia, melainkan juga melanda bisnis startup di negara-negara lain. Bahkan data Laporan agregator layoff.fyi yang menyatakan jumlah pegawai yang terkena kebijakan itu mencapai 15 ribu orang pada bulan Mei.
Lantas apa yang menyebabkan maraknya PHK di Startup?
Ketua Umum Asosiasi Indonesia Digital Empowering Community (IDIEC), M Tesar Sandikapura, mengatakan bahwa secara umum PHK yang dilakukan oleh sejumlah Startup merupakan efek dari bisnis model yang mereka lakukan.
"Penyebab PHK sebenarnya bukan karena faktor satu atau dua tahun terakhir saja. Tapi ini adalah imbas dari bisnis model yang mereka lakukan lima tahun terakhir," ujarnya dalam Market Rewiew di IDXChannel, Selasa (7/6/2022).
Menurutnya, model bisnis yang para startup lakukan adalah dengan mengandalkan pendanaan dari para investor. Diman saat ini para investor menilai sudah saatnya dirinya mendapatkan profit dan tidak melakukan pendanaan lagi terhadap startup.
"Karena investor sudah tidak bisa lagi melakukan pendanaan lagi (memberikan uang lebih lagi). Hal itu disebabkan karena ada faktor moneter yang lain diluar Indonesia, termasuk faktor ekonomi yang memaksa investor melakukan penghematan dan ini yang memberikan impact terhadap startup startup yang sebenarnya masih membutuhkan pendanaan," katanya.
Selain itu, Tesar mengatakan faktor global juga menjadi salah satu penyebab para investor yang tadinya jor joran melakukan pendanaan kini tidak melakukan lagi.
"Dari sisi investor lebih banyak disebabkan karena moneteri global, seperti faktor perang yang sekarang terjadi. Jadi mereka melakukan sedikit trik, venture global melakukan pengetatan, dilain sisi startup Indonesia tidak semua sudah survive secara profit, artinya cast flownya masih perlu di bantu investor," tambahnya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif ICT Institute, sekaligus pengamat teknologi Heru Sutadi menilai kondisi startup saat ini yang melakukan PHK kepada karyawannya dikarenakan perusahaan startup sulit untuk mendapatkan pendanaan serta tidak mempunyai aset. Padahal untuk meraih pengguna kebanyakan dari startup harus melakukan bakar uang.
"Sementara, pendanaan kian ke sini juga kian sulit, apalagi untuk layanan yang sudah melewati fase pertumbuhannya seperti e-commerce, pembayaran digital, travel dan edukasi, digantikan dengan arah baru startup yang mengusung kecerdasan buatan, big data analytuc, internet of things, maupun metaverse," katanya.
Heru mengatakan perusahaan startup terlalu banyak memperlihatkan pencitraan yang merugikan dirinya sendiri. Hal itu terlihat dari pencitraan yang memberikan gaji besar serta kantor mewah dengan fasilitas modern.
"Kalau mendapat pendanaan besar tidak masalah, tapi kalau pendanaan tidak besar, jadi pemborosan," katanya.
Bahkan, Heru mengatakan jika perilaku bakar-bakar uang yang dilakukan oleh startup masih terus berjalan. Dirinya memprediksi bahwa 1 sampai 2 tahun akan mengalami kerontokan.
"Kalau saya melihat jika dalam 1-2 tahun ini tidak survive atau menjadi unicorn, maka startup level menengah bersiap untuk rontok. Sehingga, gelombang PHK startup dalam skala besar maupun kecil akan sering kita lihat dalam beberapa waktu ke depan," ungkapnya.
Selain itu, Praktisi dan konsultan marketing dari Inventure Yuswohady menilai kondisi startup yang melakukan pemutusan hubungan kerja kepada karyawannya merupakan hal yang wajar.
Menurutnya, bisnis startup merupakan bisnis yang mempunyai resiko tinggi. Karena perkembangan bisnisnya berjalan dengan cepat hasil dari suntikan dana investor.
"Kalo semunya serba cepat maka otomatis tingkat kegagalannya cukup tinggi, sehingga kalo memang banyak strartup yang melakukan phk dan tutup, saya kira enggak baru dan itu hal yang wajar karena resikonyaa tinggi," pungkasnya.
Seperti diketahui, baru-baru ini perusahaan rintisan atau startup melakukan PHK terhadap karyawannya. Diantarnya yakni TaniHub, Zenius, LinkAja, Pahamify, JD.ID, dan Mobile Premier League (MPL).
Perusahaan edutech Zenius terpaksa melakukan PHK terhadap lebih dari 200 karyawannya lantaran perusahaan sedang mengalami kondisi makro ekonomi terburuk dalam beberapa dekade terakhir
Sementara perusahaan Link Aja melakukan PHK lantaran perusahaan ingin melakukan reorganisasi Sumber Daya Manusia. Pihak perusahaan Link Aja tidak menyebutkan berapa jumlah karyawan yang di PHK.
Selanjutanya, MPL merumahkan sekitar 100 orang karyawannya dan memutuskan keluar dari pasar Indonesia. (TSA)