IDXChannel - Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan kenaikan angka inflasi secara year on year (y-on-y) sebesar 5,47 persen dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) sebesar 114,16 pada Februari 2023, Rabu (1/3).
Inflasi terjadi karena adanya kenaikan harga yang ditunjukkan oleh naiknya sebagian besar indeks kelompok pengeluaran. Inflasi kelompok makanan, minuman dan tembakau tercatat sebesar 7,23 persen dan kelompok pakaian dan alas kaki sebesar 1,18 persen.
Adapun untuk inflasi kelompok perumahan, air, listrik, dan bahan bakar rumah tangga tercatat sebesar 3,43 persen. Sementara kelompok perlengkapan, peralatan dan pemeliharaan rutin rumah tangga menyumbang inflasi sebesar 4,02 persen dan kelompok kesehatan sebesar 2,94 persen.
Inflasi kelompok transportasi tercatat sebesar 13,59 persen, serta kelompok rekreasi, olahraga, dan budaya sebesar 2,60 persen. Adapun kelompok pendidikan sebesar 2,76 persen. (Lihat grafik di bawah ini.)
Inflasi kelompok penyediaan makanan dan minuman atau restoran sebesar 4,08 persen, dan kelompok perawatan pribadi dan jasa lainnya sebesar 5,63 persen.
Sementara kelompok pengeluaran yang mengalami penurunan indeks inflasi yaitu kelompok informasi, komunikasi, dan jasa keuangan sebesar 0,20 persen.
Tingkat inflasi secara month to month (m-to-m) tercatat sebesar 0,16 persen dan tingkat inflasi year to date (ytd) sebesar 0,50 persen pada Februari 2023.
Tingkat inflasi komponen inti tercatat sebesar 3,09 persen secara yoy dan sebesar 0,13 persen secara mtm.
Kenaikan inflasi yang masih tinggi ini menjadi warning bahwa kondisi makro ekonomi masih belum terkendali sepenuhnya.
Inflasi 2022 Tertinggi Satu Dekade, Waspada 2023?
Indonesia mengalami inflasi 5,51 persen sepanjang 2022. Angka ini menjadi rekor inflasi tertinggi dalam 8 tahun terakhir.
Inflasi tertinggi sepanjang 2022 disumbang kelompok pengeluaran transportasi, yakni 15,26 persen dengan andil 1,84 persen.
Kemudian kelompok pengeluaran perawatan pribadi mengalami inflasi 5,91 persen dengan andil 0,37 persen. Sementara kelompok makanan, minuman, dan tembakau 5,83 persen dengan andil 1,51 persen. Serta kelompok pengeluaran penyediaan makanan dan minuman atau restoran 4,49 persen dengan andil 0,4 persen.
Adapun kelompok pengeluaran informasi, komunikasi dan jasa keuangan masih mengalami deflasi 0,36 persen dengan andil 0,02 persen.
Beberapa catatan peristiwa menjadi pemicu inflasi pada 2022, di antaranya terjadi kelangkaan minyak goreng dan penetapan kebijakan satu harga minyak goreng pada Januari 2022. Tiga bulan kemudian, tepatnya April 2022, terjadi kenaikan harga avtur mendorong kenaikan tarif angkutan udara.
Pada Mei 2022, terjadi peningkatan konsumsi memasuki bulan Ramadan dan Hari Raya Idul Fitri dan memicu kenaikan harga pangan.
Pada Juni 2022, terjadi anomali cuaca di berbagai wilayah yang mengakibatkan gagal panen beberapa komoditas hortikultura dan menyebabkan kenaikan harga.
September 2022, pemerintah menaikkan harga BBM jenis Pertalite 30,72 persen, Solar naik 32,04 persen, dan Pertamax naik 16 persen. Akhir tahun 2022 memasuki musim libur sekolah, perayaaan Natal 2022 dan Tahun Baru 2023 mendorong kenaikan harga komoditas pangan dan transportasi.
Jika dibandingkan 2014, inflasi 2022 sebenarnya masih tergolong rendah. Pada 2014, nilai inflasi bulan Desember itu meleset dari target yang telah ditetapkan dalam APBN-P 2014 sebesar 5,3 persen. (Lihat grafik di bawah ini.)
Besarnya nilai inflasi tersebut disebabkan oleh peningkatan IHK pada seluruh kelompok pengeluaran, dengan penyumbang terbesar berasal dari kelompok transportasi, komunikasi dan jasa keuangan sebesar 1,06 persen.
Tingginya andil inflasi dari kelompok transportasi, komunikasi dan jasa keuangan tersebut masih merupakan dampak lanjutan dari kenaikan harga BBM yang terjadi pada bulan Oktober.
Pada 2023, Indonesia masih dihantui inflasi yang tinggi akibat ketidakpastian stabilitas ekonomi makro. Kondisi inflasi masih perlu diwaspadai seiring dengan tingkat suku bunga yang masih diprediksi akan naik. (ADF)