sosmed sosmed sosmed sosmed
get app
Advertisement

Inflasi Mereda, Sinyal Pemulihan Ekonomi Semester II Makin Kuat

Economics editor Desi Angriani
06/09/2025 11:40 WIB
Tren inflasi yang melandai pada Agustus 2025 kian memperkuat sinyal pemulihan ekonomi Indonesia pada paruh kedua tahun ini.
Inflasi Mereda, Sinyal Pemulihan Ekonomi Semester II Makin Kuat (Foto: iNews Media Group)
Inflasi Mereda, Sinyal Pemulihan Ekonomi Semester II Makin Kuat (Foto: iNews Media Group)

IDXChannel - Tren inflasi yang melandai pada Agustus 2025 kian memperkuat sinyal pemulihan ekonomi Indonesia pada paruh kedua tahun ini.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, Indeks Harga Konsumen (IHK) utama naik 2,31 persen year-on-year (yoy), turun tipis dari 2,37 persen pada Juli.

Sementara itu, inflasi inti mencapai level terendah dalam 11 bulan terakhir di angka 2,17 persen, yang mencerminkan lemahnya tekanan permintaan domestik.

Secara bulanan, terjadi deflasi 0,08 persen, berbalik dari inflasi 0,3 persen di Juli. Penurunan ini utamanya disumbang oleh normalisasi harga pangan serta stabilnya biaya transportasi. Dengan capaian ini, inflasi tetap berada dalam kisaran target BI tahun 2025, yakni 1,5–3,5 persen.

“Tren inflasi yang lebih landai memperkuat justifikasi bagi BI untuk melanjutkan pelonggaran moneter,” tulis Analis Samuel Sekuritas Prasetya Gunadi dalam risetnya Selasa (2/9/2025).

Hingga Agustus, BI telah memangkas BI Rate sebesar 50 bps ke level 5 persen. Samuel Sekuritas menilai, jika nilai tukar tetap stabil dan tekanan inflasi impor terkendali, peluang pemangkasan suku bunga sebesar 25 bps terbuka pada kuartal IV-2025 atau awal 2026.

Sinyal pemulihan ekonomi

Selain inflasi, sejumlah indikator pertumbuhan ekonomi juga menunjukkan perbaikan. Indeks PMI Manufaktur S&P Global kembali berada di zona ekspansi pada Agustus, menandai peningkatan aktivitas industri.

Di sisi eksternal, neraca perdagangan Indonesia tetap solid dengan surplus di atas USD4 miliar selama tiga bulan beruntun, terakhir pada Juli sebesar USD4,18 miliar. 

Tekanan dari percepatan impor juga mulai mereda setelah adanya kesepakatan tarif timbal balik dengan Amerika Serikat yang turun menjadi 19 persen dari sebelumnya 32 persen.

“Kombinasi inflasi rendah, pemulihan manufaktur, dan surplus perdagangan yang kuat membentuk fondasi yang positif bagi pertumbuhan ekonomi di paruh kedua tahun ini,” tulis riset tersebut.

Menurut Samuel Sekuritas, melandainya inflasi inti dan deflasi bulanan menjadi sentimen positif bagi pasar obligasi pemerintah Indonesia (IndoGB). Instrumen dengan tenor menengah-panjang (5-10 tahun) masih menawarkan peluang imbal hasil menarik sekaligus potensi kenaikan harga.

Selain itu, kurva imbal hasil berpotensi mengalami bull-steepening jika pasar mulai mengantisipasi penurunan suku bunga lebih lanjut. Kontrak interest rate swap (IRS) jangka pendek juga dinilai atraktif, meski investor disarankan tetap waspada terhadap potensi penguatan dolar AS yang dapat meningkatkan risiko inflasi impor.

Dengan inflasi yang terkendali, BI memiliki fleksibilitas untuk menjaga keseimbangan antara dukungan terhadap pertumbuhan dan stabilitas keuangan. Kondisi ini juga memperkuat daya tarik imbal hasil riil Indonesia di mata investor global.

“Stabilitas harga, pemulihan manufaktur, dan surplus perdagangan yang berkelanjutan mendukung pandangan positif terhadap obligasi Indonesia, peluang penguatan rupiah saat koreksi, serta selektivitas pada instrumen berisiko seperti kredit dan saham,” tulis Prasetya.

(DESI ANGRIANI)

Halaman : 1 2 3
Advertisement
Advertisement