Dia menjelaskan dalam peta jalan 2022-2060, IBC dituntut untuk mengejar target Net Zero Emission (NZE) pada 2060. Toto menilai ada banyak tantangan untuk mencapai hal tersebut.
Khusus IBC, tantangan yang dihadapi berupa kemitraan investasi, teknologi, nikel yang diproduksi menjadi baterai untuk kendaraan listrik, hingga tenaga kerja profesional yang dibutuhkan.
"Tantangan yang dihadapi menuju Net Zero Emission adalah bagaimana memproduksi nikel lalu ke baterai produksi, tentu membutuhkan tidak hanya teknologi tapi juga investasi yang sangat besar. Termasuk juga tenaga kerja yang memiliki kapabilitas di bidang ini. sehingga hal ini juga perlu diperkuat," kata dia.
IBC, lanjut Toto, dibentuk untuk mendukung ekosistem industri EV Battery di Indonesia. Bahkan ditargetkan bisa menjadi pemain global dalam ekosistem tersebut. Tuntutan itu pun diyakini bisa direalisasikan sejalan dengan potensi pasar hingga sumber daya alam (SDA) yang dimiliki Indonesia.
"Kenapa? karena sumber daya alam yang dimiliki Indonesia sangat berlimpah, kita punya nikel, lalu aluminium Indonesia juga memiliki pangsa pasar yang besar untuk industri otomotif. kita punya car 1,5 juta kendaraan per tahun, lalu motor 8 juta unit per tahun," ujarnya.
Untuk diketahui IBC merupakan konsorsium yang terdiri dari empat BUMN yaitu MIND ID, PT Pertamina (Persero), PT PLN (Persero), dan PT Aneka Tambang (Antam). Holding pertambangan tersebut memiliki mandat khusus untuk mengelola ekosistem industri baterai kendaraan listrik yang terintegrasi dari hulu hingga hilir.
(FRI)