Dampaknya juga lebih terasa di China dan negara Asia Timur yang memiliki hubungan dagang yang erat dengan Negeri Tirai Bambu tersebut. Efek negatifnya di Asia Selatan dan Asia Tenggara kemungkinan besar akan diimbangi oleh pengalihan perdagangan dan relokasi produksi dari China ke kedua kawasan tersebut.
Kebijakan tarif AS yang agresif kemungkinan besar akan mengurangi perdagangan dan investasi internasional, sekaligus menyebabkan pergeseran ke arah produksi dalam negeri yang lebih mahal. Pada saat yang sama, berkurangnya imigrasi dapat memperketat pasokan tenaga kerja AS. Dikombinasikan dengan sikap fiskal yang berpotensi lebih ekspansif di bawah pemerintahan Trump yang akan datang, tarif dan pembatasan migrasi dapat memicu kembali lonjakan inflasi di AS.
Selain perubahan kebijakan AS, risiko-risiko terhadap prospek pertumbuhan dan inflasi di Asia dan Pasifik termasuk eskalasi ketegangan geopolitik serta berlanjutnya kerentanan pasar properti di China. (Wahyu Dwi Anggoro)