IDXChannel - Wacana larangan ekspor timah disinyalir menjadi langkah pemerintah untuk menggenjot hilirisasi hasil tambang ini. Hal ini dilakukan dengan membangun sejumlah smelter.
Terbaru pemerintah melalui PT Timah Tbk (TINS), tengah membangun Top Submerge Lance (TSL) Ausmelt Furnace di Kawasan Unit Metalurgi Muntok, Bangka Barat.
TSL Ausmelt Furnace merupakan salah satu bentuk transformasi dan inovasi teknologi pengolahan timah kadar rendah yang dilakukan BUMN Timah. Proyek ini ditargetkan rampung pada November 2022 mendatang.
Sementara itu, Direktur Utama Timah, Achmad Ardianto mengatakan dengan beroperasinya TSL Ausmelt Furnace dapat meningkatkan efektifitas produksi dengan proses pengolahan yang lebih efisien.
“PT Timah melaksanakan transformasi teknologi pengolahan dengan ausmelt sebagai bentuk optimalisasi teknologi, peningkatan kapasitas, efisiensi produksi, safety and health environmental,” kata Achmad Ardianto.
Indonesia dinobatkan sebagai negara kedua penghasil timah terbesar di dunia. Untuk itu, Indonesia miliki potensi besar dalam sektor pertambangan timah.
Berdasarkan laporan U.S. Geological Survey (USGS) pada 2021, Indonesia memiliki potensi cadangan timah sebesar 800 ribu ton logam timah atau sekitar 17% dari total cadangan timah dunia yang berjumlah 4,3 juta ton.
Potret Industri Hilir Timah Indonesia
Industri hulu komoditas timah di Indonesia berkembang pesat dalam beberapa tahun terakhir. sayangnya, industri hilirnya masih dapat dikatakan tertinggal.
Padahal, hilirisasi timah dapat mendorong tumbuhnya industri-industri lain di Tanah Air mengingat timah merupakan bahan baku dari banyak industri.
Timah digunakan sebagai bahan baku industri yang cukup umum. Penggunaan akhir logam timah umumnya adalah untuk aplikasi tin foil, tin pipe, tin tube, tin chemical, tin wire, pewter, pipe fitting, komponen elektronik dan otomotif, tin plating steel sheet dan tin coating plastic sheet.
Hal ini terlihat dari impor produk hilir timah dalam jumlah yang masih signifikan. Terlihat dari sekitar 98,04% dari hasil produksi logam timah Tanah Air diekspor ke luar negeri. Sedangkan kurang dari 1,96% sisanya dijual di pasar domestik untuk kebutuhan industri antara dan manufaktur pada 2020, menurut paparan Kementerian ESDM dalam laporan Arah Pengembangan Hulu Hilir Mineral Utama dan Batubara Menuju Indonesia Maju.
Di samping itu, industri hilir produk timah yang telah ada di Indonesia masih cukup terbatas. Di antaranya industri tin bar/tin solder, tin plate, dan tin coating and plating.
Pada industri ini, tin plate menjadi komponen turunan timah yang paling penting sebagai bahan baku industri pelapis dan kemasan.
Menurut data Kementerian ESDM, PT Pelat Timah Nusantara Tbk atawa Latinusa (NIKL) merupakan satu-satunya produsen dalam negeri komponen tin plate ini. Sayangnya, PT Latinusa masih mengimpor bahan baku, yaitu tin plate tin mill black plate (TMBP) sekitar 144 ribu ton pada 2020.
Pada tahun 2020, penguasaan pangsa pasar Indonesia oleh PT Latinusa tin plate dilaporkan sebesar 60% yang mengindikasikan bahwa kebutuhan total tin plate Indonesia mencapai lebih dari 260 ribu ton.
Namun, meskipun menjadi pemain utama bisnis hilir timah, kinerja saham NIKL di Bursa Efek Indonesia (BEI) tidak terlalu mendapat sorotan dan cenderung tidak moncer.
Sementara logam timah yang dijual domestik sebagian besar diserap oleh PT Timah Industri, anak perusahaan PT Timah Tbk (TINS) untuk industri tin based chemical dan tin solder sekitar 3.524 ton di tahun yang sama.
Sisanya, diserap oleh PT Latinusa untuk industri tin plate ini. Nilai realisasi produksi dari PT Latinusa dilaporkan sebesar 145.120 ton tin plate atau sekitar 90,7% dari total kapasitas produksi 160.000 ton.
Namun angka impor dan produk tin plate turunannya, berdasarkan data BPS, hanya tercatat sekitar 8 ribu ton pada tahun yang sama.
Adapun aplikasi tin plate selalu didominasi untuk kemasan kaleng susu, makanan, makanan kering, produk kimia, dan cat.