IDXChannel - Presiden Joko Widodo turut menyerukan risiko perubahan iklim terhadap energi dan pangan.
Dalam pembukaan Sidang Ke-144 Assembly of The Inter-Parliamentary Union (IPU) and Related Meetings yang digelar di Mangupura Hall, Bali Internasional Convention Center (BICC), Kabupaten Badung, Provinsi Bali, pada Minggu, 20 Maret 2022, dia memberikan contoh untuk transisi energi dari energi fosil ke energi baru terbarukan yang tampak mudah tetapi pada praktiknya sulit, terutama bagi negara-negara berkembang.
Untuk itu, Jokowi mendorong semua pihak yang hadir agar dapat memobilisasi pendanaan iklim karena tanpa adanya hal tersebut dampak perubahan iklim akan sulit untuk dicegah.
"Ini harus segera kita selesaikan. Kedua, investasi dalam rangka renewable energy. Kemudian yang ketiga yang berkaitan dengan transfer teknologi. Kalau ini tidak riil dilakukan, sampai kapan pun saya pesimistis bahwa yang namanya perubahan iklim ini betul-betul tidak bisa kita cegah," tegasnya.
Jokowi menyebutkan, Indonesia memiliki banyak potensi energi baru terbarukan, mulai dari potensi hidro dari 4.400 sungai yang dimiliki Indonesia, potensi geotermal sebanyak 29 ribu megawatt, tenaga angin, arus bawah laut, hingga energi matahari yang melimpah.
Namun, hal tersebut memerlukan dukungan berupa investasi besar, transfer teknologi, dan pendanaan.
"Perlu sebuah investasi yang besar, perlu sebuah transfer teknologi, perlu pendanaan iklim global yang betul-betul serius didukung oleh internasional. Kalau itu hanya kita bicarakan dari tahun ke tahun dan tidak ada mobilisasi, tidak ada keputusan, saya pesimistis bahwa yang namanya perubahan iklim ini betul-betul tidak bisa kita cegah sama sekali," jelasnya.
Bicara mengenai pangan, perlu diketahui memang Food and Agriculture Organisasi (FAO) mengatakan bahwa kerusakan tanah dan perubahan iklim bisa menyebabkan penurunan produksi pertanian hingga 50% di beberapa wilayah, apalagi status kesuburan tanah di negara seperti Amerika Serikat sudah kehilangan top soil (lapisan tanah atas) sebanyak 50%, kemudian 75%-85% tanah pertanian di Eropa hanya memiliki 2% kandungan organik, sedangkan tanah pertanian di Indonesia hanya memiliki 0,5% kandungan organik.
Ilmuan Bidang Microbiology dan Agroecology Dr. Nico Wanandy, peneliti asal Indonesia dari University of New South Wales Sydney, School of Biotechnology and Biomolecular Science mengatakan hal yang serupa, bahwa untuk menjaga nexus kehidupan tersebut, kesehatan tanah memainkan peranan sentral.
“Kesuburan tanah dapat memberikan dampak yang luar biasa untuk kehidupan sosio-ekonomi juga dalam pencegahan perubahan iklim, termasuk perekonomian masyarakat, apalagi untuk negara agraris yang alamnya kaya seperti Indonesia. Di India, penghasilan petani sempat di bawah rata-rata, lalu Pemerintah India menggalakan praktek agrikultur yang mempromosikan kesehatan tanah, dan hasilnya penghasilan petani meningkat 230%,” jelas Nico.
Lebih lanjut terkait peranan tanah dan ketersediaan air, dalam paparannya, Nico menjelaskan peningkatan 1% dari materi karbon di lapisan atas tanah bisa meningkatkan kapasitas tanah dalam menampung air sebesar 180,000 galon per hektar.
Air yang tersimpan di dalam tanah merupakan sumber dari 90% produksi pertanian dunia dan menyumbangkan tidak kurang dari 65% kebutuhan air bagi manusia khususnya.
“Jika kita mampu meningkatkan kandungan karbon organik dalam tanah 0,4% setiap tahunnya, dapat membantu mengurangi resiko bencana alam seperti banjir, kekeringan, dan badai. Jadi secara holistik, pembangunan berkelanjutan, transisi energi bersih, soal pangan dan ketersedian air, semua kembali ke tanah," pungkasnya.
Bahkan, perjalanan 100 hari untuk menyelamatkan tanah, yang dilakukan oleh Sadhguru, seorang yogi dan visioner, ditandai hari ini di Trafalgar Square yang ikonik di London.
Dalam upaya mendesak untuk membalikkan dan menghentikan degradasi tanah, Sadhguru telah meluncurkan gerakan Conscious Planet (Planet yang Sadar) untuk Menyelamatkan Tanah.
Memulai perjalanan sepeda motor sendirian sejauh 30.000 kilometer, melewati Inggris, Eropa, Timur Tengah dan India, Sadhguru akan mengunjungi 27 negara selama beberapa bulan ke depan, di mana beliau akan mengajak para pemimpin dunia, media dan pakar terkemuka di seluruh dunia dan menekankan kebutuhan mendesak untuk bertindak bersama demi Menyelamatkan Tanah.
Menurut Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Memerangi Penggurunan (UNCCD), lebih dari 90% tanah bumi dapat terdegradasi pada tahun 2050 yang akan menyebabkan krisis bencana di seluruh dunia termasuk kelangkaan pangan dan air, kekeringan dan kelaparan, perubahan iklim yang merugikan, migrasi massal dan tingkat kepunahan spesies yang belum pernah terjadi sebelumnya.
'Kepunahan tanah' ini adalah ancaman terbesar bagi Umat Manusia saat ini, karena planet kita sedang kehilangan kemampuan untuk menumbuhkan makanan akibat degradasi tanah yang cepat.
Gerakan Selamatkan Tanah (Save Soil) berusaha mengaktifkan dan menunjukkan dukungan warga di seluruh dunia, dan memberdayakan pemerintah untuk memulai tindakan yang didorong oleh kebijakan untuk merevitalisasi tanah dan menghentikan degradasi lebih lanjut.
Untuk ini, Gerakan Selamatkan Tanah bertujuan menjangkau 3,5 miliar orang - 60% dari pemilih dunia. Dalam seminggu terakhir, enam negara Karibia telah mengambil langkah pertama yang bersejarah dengan menandatangani memorandum kesepahaman dengan Conscious Planet, sebagai ekspresi komitmen penuh terhadap gerakan Selamatkan Tanah.
Gerakan ini didukung oleh para pemimpin global seperti ahli konservasi terkenal Dr. Jane Goodall, Yang Mulia Dalai Lama dan Klaus Schwab, Ketua Eksekutif Forum Ekonomi Dunia (WEF).
(NDA)