Namun, Fransiska juga mengingatkan bahwa para penipu (fraudster) sangat dinamis, sehingga bank juga harus memiliki strategi yang fleksibel dan mampu merespons dengan cepat setiap perubahan modus operan di yang muncul. Dalam hal ini prinsip aksi-reaksi, menjadi sangat penting dalam menjaga stabilitas sistem keuangan dan melindungi masyarakat dari kerugian yang lebih besar.
Pada kesempatan yang sama, Ketua Satuan Tugas Pemberantasan Aktivitas Keuangan Ilegal (Satgas Pasti) Rizal Ramadhani menambahkan bahwa angka kejahatan, termasuk penipuan (scam), yang menghantui sektor keuangan terus merangkak naik. Untuk angka penipuan online saja, Satgas Pasti menerima 822 laporan per hari atau 2.643 aduan per bulan.
Menurutnya, selain lewat sinergi antara kementerian/lembaga dan pelaku jasa keuangan, masalah ini perlu diatasi pula lewat peningkatan literasi digital masyarakat. Rizal menyatakan banyak warga yang gagap pengetahuan soal efek teknologi meski sudah terpapar banyak produk teknologi informasi dan komunikasi (TIK).
"Ini yang perlu diperbaiki masyarakat kita. Minat bacanya masih kurang, masuklah kemajuan TIK, sehingga catatan kita angka literasi dan inklusi itu jomplang. Gap ini dilakukan oleh OJK bagaimana mengurangi laporan yang masuk ke Satgas Pasti," tutur Rizal, yang juga menjabat sebagai Deputi Komisioner Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan dan Perlindungan Konsumen Otoritas Jasa Keuangan (OJK) itu.
Ivan mengatakan bahwa PPATK tak bisa sendirian menangani pemberantasan judi online ini. Ia menekankan soal kolaborasi yang lebih baik lagi dengan semua pihak.