Lebih lanjut, data Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menyebut nilai perputaran dana judol di Indonesia menembus Rp927 triliun hingga kuartal I-2025. DEN memproyeksikan 70 persen dari total dana judol dilarikan ke luar negeri sehingga menihilkan efek pengganda ke perekonomian negara. "Yang lari ke luar negeri itu bukan cuma duitnya, multiplier effect-nya [ke negara] nol," ujar Firman.
Dia mengungkapkan fenomena yang sama, yaitu hilangnya multiplier effect akibat judol, juga dirasakan negara lain seperti Hong Kong dan Afrika Selatan.
Lantaran mayoritas dana judol dibawa kabur ke luar negeri, nilai kehilangan potensi pajak Hong Kong adalah sebesar HK$9,4 miliar per tahun (sekitar Rp19,6 triliun) sementara Afrika Selatan sebesar R110 juta per tahun (sekitar Rp99,9 miliar).
Riset independen Katadata Insight Center (KIC) menunjukkan bahwa, berdasarkan data PPATK per 2024, mayoritas pemain judol di Indonesia (71 persen) adalah masyarakat menengah ke bawah, yakni mereka yang berpenghasilan dibawah Rp5 juta. Kelompok pemain terbanyak kedua adalah warga berpenghasilan Rp5 juta-Rp10 juta (15 persen).
Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPTAK), Ivan Yustiavandana, menambahkan salah satu kontributor utama dalam transaksi judi online adalah penyalahgunaan rekening dorman dan jual beli rekening.