sosmed sosmed sosmed sosmed
get app
Advertisement

Jumlah Perajin Batik Tradisional Turun Drastis Pascapandemi, Ini Penyebabnya

Economics editor Muhammad Iqbal
11/08/2023 13:44 WIB
APPBI Komarudin kudiya mengatakan, jumlah perajin batik tradisional mengalami penurunan cukup drastis pascapandemi Covid-19. 
Jumlah perajin batik tradisional turun drastis pascapandemi, ini penyebabnya
Jumlah perajin batik tradisional turun drastis pascapandemi, ini penyebabnya

IDXChannel - Asosiasi Perajin dan Pengusaha Batik Indonesia (APPBI) Komarudin kudiya mengatakan, jumlah perajin batik tradisional mengalami penurunan cukup drastis pascapandemi Covid-19. 

Menurutnya, penurunan itu sekitar 50% dibandingkan dengan sebelum pandemi Covid-19. Pada akhirnya, hal tersebut berdampak pada menurunnya kapasitas produksi batik tradisional di Indonesia. 

"Kalau asosiasi melihat bahwa update terkini usaha batik tumbuh sangat baik, namun produksinya ini sangat menurun tajam pascapandemi," kata Komarudin dalam Market Review IDXChannel, Jumat (11/8/2023).

Dia mengungkapkan, jumlah perajin batik di Indonesia sebelum pandemi sekitar 131 ribu orang, yang tersebar di seluruh Indonesia. Sedangkan pascapandemi, jumlahnya turun menjadi  sekitar 70 ribuan orang.

Regenerasi para perajin batik tradisional ini menjadi kendala utama. Jumlah tersebut terancam terus menurun karena minat generasi muda untuk mempelajari batik juga mulai menurun. 

Komarudin menilai saat ini generasi muda lebih memilih bekerja di industri lain.

"Mungkin selama ini upah kerja di beberapa produksi batik di bawah rata-rata, ketika generasi muda akan mencari pekerjaan lain yang lebih besar gajinya," ujar Komarudin.

Di samping itu menurutnya, saat ini pemerintah juga belum punya atau mungkin cukup minim menyediakan pendidikan vokasi untuk perajin batik. Menurut dia, untuk menjadi perajin batik membutuhkan keahlian khusus, bukan sekadar cetak menggunakan mesin-mesin di pabrik.

"Proses regenerasi ini memang tidak sempurna, artinya tidak ada yang melahirkan perajin-perajin batik yang tangguh," ujarnya. 

"Kalau hanya mengenal batik banyak dikenalkan di sekolah. Tapi kalau untuk yang terampil, ini kan butuh waktu, dan ini tidak ada vokasi yang berkesinambungan, misalnya dari SMK batik, sampai level perguruan tinggi yang batik tidak ada," imbuh dia.

(RNA)

Halaman : 1 2
Advertisement
Advertisement