Komarudin menilai saat ini generasi muda lebih memilih bekerja di industri lain.
"Mungkin selama ini upah kerja di beberapa produksi batik di bawah rata-rata, ketika generasi muda akan mencari pekerjaan lain yang lebih besar gajinya," ujar Komarudin.
Di samping itu menurutnya, saat ini pemerintah juga belum punya atau mungkin cukup minim menyediakan pendidikan vokasi untuk perajin batik. Menurut dia, untuk menjadi perajin batik membutuhkan keahlian khusus, bukan sekadar cetak menggunakan mesin-mesin di pabrik.
"Proses regenerasi ini memang tidak sempurna, artinya tidak ada yang melahirkan perajin-perajin batik yang tangguh," ujarnya.
"Kalau hanya mengenal batik banyak dikenalkan di sekolah. Tapi kalau untuk yang terampil, ini kan butuh waktu, dan ini tidak ada vokasi yang berkesinambungan, misalnya dari SMK batik, sampai level perguruan tinggi yang batik tidak ada," imbuh dia.
(RNA)