IDXChannel - Kementerian Perdagangan (Kemendag) buka suara soal rencana perusahaan e-commerce asal China, Temu untuk beroperasi di Indonesia. Temu diizinkan beroperasi sepanjang memenuhi syarat yang berlaku di Tanah Air.
Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemendag, Moga Simatupang mengatakan, e-commerce yang ingin beroperasi di Indonesia harus memenuhi ketentuan dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 31 Tahun 2023 Tentang Perizinan Berusaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan melalui Sistem Elektronik (PPMSE).
"Selama mereka memilih persyaratan sesuai dengan Permendag 31/2023 terkait dengan penyelenggara perdagangan melalui sistem elektronik (PPMSE), ya kita terbitkan, dan so far sampai sekarang belum ada update di Kemendag mengenai pengurusan izin tersebut," katanya saat ditemui di Kantor Kemendag, Jakarta, Senin (7/10/2024).
Moga menegaskan, pemerintah Indonesia terbuka dengan kehadiran e-commerce dari negara mana pun sepanjang memenuhi aturan. Dia yakin regulasi yang ada saat ini sudah cukup melindungi produk dalam negeri.
"Semua kegiatan bisnis di Indonesia akan ada aturan yang harus penuhi. Selama belum memenuhi persyaratan, kita harus tertibkan itu. Sejauh ini kan kita sudah punya regulasi ya untuk melindungi produksi dalam negeri," ujar Moga.
"Kita harus bisa menata terkait dengan tata kelola, perdagangan melalui sistem elektronik, sehingga ke depan industri dalam negeri juga dapat bersaing dan juga platform dalam negeri juga dapat bersaing," katanya.
Rencana e-commerce Temu hadir di Indonesia menjadi sorotan dalam beberapa waktu terakhir. Temu dinilai memiliki model bisnis yang berbeda dengan e-commerce pada umumnya yang sudah beroperasi sehingga dikhawatirkan menjadi ancaman karena pabrik bisa langsung menjual produk mereka ke konsumen.
Dalam model bisnisnya, Temu menggunakan aplikasi yang memotong jalur seluruh distribusi penjualan barang sehingga berpotensi menjual barang dengan harga terjangkau. Hal ini dikhawatirkan mematikan pelaku UMKM yang selama ini banyak menjadi distributor alias middle man atau UMKM selaku produsen yang berpotensi kalah saing dengan produk pabrik dari sisi harga.
(Rahmat Fiansyah)