Dia mencontohkan, kondisi terbaik harus disiapkan lantaran 98% hasil pengolahan bijih timah dalam bentuk balok timah atau ingot masih diekspor, sementara hanya 2% sisanya diserap di dalam negeri.
Sejak 1970-an, Indonesia sudah menjual balok timah namun yang hilirisasi hanya sedikit. Hal tersebut menjadi salah satu yang diantisipasi Kementerian ESDM dalam menetapkan kebijakan larangan ekspor timah nanti.
"Kalau nanti kita betul-betul dilarang ekspor dalam bentuk ingot itu, berarti kita harus menyiapkan industri pengolahan dalam jumlah yang masif. Bisa saja industrinya dibangun dan itu memang seharusnya kita bangun," ujar dia. (NIA)