Menurutnya, konsep seperti ini tidak berbeda dengan proses produksi gabah yang kemudian langsung diserap oleh Perum Bulog. Sehingga para petani hanya fokus untuk meningkatkan produksi tanpa pusing hendak dijual ke mana gabah yang telah dipanen.
"Perumnas itu kan sebetulnya memang off taker perumahan sosial. Tapi karena di push mencari untung, akhirnya perumahan sosialnya ditinggal. Akhirnya BUMN ini punya hotel, dan lain. Seharusnya yang menyelenggarakan rumah sosial harus ada, tapi kalau BUMN yang mau bisnis properti kelas atas silakan," kata dia.
Fahri Hamzah melihat bahwa angka backlog perumahan yang saat ini sekitar 15 juta sebetulnya dapat ditangani jika para pengembang fokus untuk memproduksi rumah saja. Sehingga bagian pemasaran alias penyaluran rumah, terutama rumah MBR, bisa dikerjakan oleh negara lewat BUMN.
"Kemarin sudah kita bicarakan dengan Menteri BUMN supaya ada lembaga off taker. Supaya berapapun yang diproduksi oleh pengembang, harus diserap, karena kita punya backlog 15 juta. Kalau kita bisa produksi 1 juta, harus ada yang absorb, supaya tidak ada isu pemasaran, yang ada isu antrean saja," kata dia.
(NIA DEVIYANA)