Pemberlakuan sanksi terhadap negara-negara yang terus meraup volume besar minyak mentah Rusia, termasuk China dan India, akan mendatangkan malapetaka di pasar global yang sudah berada di bawah tekanan berat.
Sementara Menteri Keuangan Janet Yellen baru-baru ini mengatakan Amerika Serikat ingin membahas pembatasan harga minyak Rusia, mekanisme kompleks seperti itu mungkin bukan perbaikan yang dicari Barat.
"Ini mendistorsi pasar pada saat pasar pasti perlu berfungsi dengan baik, dan ada terlalu banyak solusi," kata Johnston.
Usulan untuk menjatuhkan sanksi sudah diumumkan oleh AS, Inggris dan Kanada yang akan melarang impor minyak mentah dari Rusia. Tapi alih-alih melarang, justru yang terjadi Eropa akan membelinya dengan pengiriman melalui laut, mengingat ketergantungan mereka terhadap produk energi dari Beruang Merah.
Namun demikian, Blok ini menegaskan larangan tersebut akan berlaku terhadap 90 persen impor minyak Rusia pada akhir tahun. Di saat bersamaan pelanggannya juga telah mengalami penurunan, sehingga ekspor migas turun menjadi 3,3 juta barel per hari pada Mei, atau turun 170.000 barel per hari dibandingkan bulan sebelumnya, terang Badan Energi Internasional.
Namun, Rusia tak habis akal. Mereka lantas beralih ke pasar Asia, khususnya China untuk menutupi kerugian akibat kehilangan pembeli dari benua biru. Bahkan China mengambil keuntungan dari diskon harga yang besar dengan impor mencapai 2 juta barel per hari untuk pertama kalinya.
Impor di India juga melonjak, mendekati 900.000 barel per hari pada Mei lalu.
"Kami secara aktif terlibat dalam reorientasi arus perdagangan kami dan kontak ekonomi asing menuju mitra internasional yang dapat diandalkan, terutama negara-negara BRICS," kata Putin Rabu, mengacu pada blok ekonomi berkembang yang juga mencakup Brasil, India, Cina dan Afrika Selatan. (TYO)