Sugeng menilai, pengaturan power wheeling penting agar pengembangan energi terbarukan dapat lebih kompetitif dan melibatkan lebih banyak investor. Dengan adanya mekanisme sewa jaringan, produsen listrik swasta dapat langsung menyalurkan listrik ke pengguna, sehingga mendorong percepatan pemanfaatan energi hijau.
Sugeng menambahkan, penyelesaian RUU EBET sangat penting untuk memberikan payung hukum yang lebih jelas dan mendorong investasi di sektor energi bersih. Keberadaan undang-undang ini diharapkan menjadi pondasi kuat bagi Indonesia dalam mempercepat transisi energi dan menekan emisi karbon, sejalan dengan komitmen global terhadap pengendalian perubahan iklim.
Hal lain yang juga mendesak pengesahan RUU EBET adalah untuk memuluskan jalan dalam penyediaan listrik untuk daerah yang masih kekurangan akses listrik. Terutama di daerah Indonesia Timur yang masih banyak menggunakan listrik dari diesel yang harganya jauh lebih tinggi dari kawasan Indonesia lainnya.
Selain RUU EBET, kata dia, DPR juga menempatkan RUU Perubahan Iklim sebagai prioritas pembahasan. Regulasi tersebut akan mengatur berbagai instrumen kebijakan seperti insentif, disinsentif, carbon offset, carbon trading, dan turunannya.
Sugeng menegaskan, penyelesaian kedua RUU tersebut akan menjadi tonggak penting dalam mendukung target transisi energi nasional.
"Kalau dunia tidak sedang perang, fokusnya memang ke transisi energi. Itulah kenapa saat kita menjadi tuan rumah G20 di Bali, temanya adalah energy transition," katanya.
(Dhera Arizona)