IDXChannel - Krisis listrik Bangladesh terpantau semakin parah. Negara ini kemungkinan akan mengalami pemadaman listrik selama dua pekan ke depan.
Pemadaman listrik ini berpotensi mengganggu aktivitas warga dan bisnis ekspor pakaian dari negara tersebut.
Bangladesh mengalami konsumsi listrik yang lebih tinggi karena kenaikan suhu ekstrem.
Negara tersebut diketahui menderita kekurangan listrik yang parah sejak April karena gelombang panas yang membuat melonjaknya permintaan listrik dan topan mematikan yang memutus pasokan gas alam untuk pembangkit.
Bangladesh menutup pembangkit listrik utama pada Senin (5/6/2023) karena penundaan impor batu bara. Hal ini disebabkan karena khambatan cadangan devisa di negara tersebut.
Pembangkit Listrik Tenaga Panas Payra dengan kapasitas 1.320 megawatt listrik, telah ditutup karena kekurangan bahan bakar berupa batu bara.
Direktur proyek pembangkit listrik tersebut, Shah Golam Mowla mengatakan, pengiriman sekitar 37 ribu ton batu bara dijadwalkan tiba pada 25 Juni.
Dia menambahkan, bank sentral telah memberikan dukungan sebesar 100 juta dolar AS untuk impor batu bara.
Ekspor Garmen Bisa Terancam
Berdasarkan laporan Al Jazeera, Senin (5/6/2023) pemadaman listrik ini berpotensi mengancam sektor pakaian jadi Bangladesh.
Diketahui bahwa Bangladesh merupakan pemasok utama untuk perusahaan kelas dunia seperti Walmart, Gap Inc, H&M, VF Corp, American Eagle Outfitters, hingga Zara.
Saat ini, Bangladesh adalah pengekspor garmen terbesar kedua di dunia di mana sektor Ready-Made Garments (RMG) menyumbang 84% dari ekspornya. Oleh karena itu, industri ini sangat penting sebagai penghasil utama cadangan devisa negara.
Kesuksesan ekonomi Bangladesh selama ini ditopang oleh RMG dan menghasilkan lebih dari 10% produk domestik bruto (PDB) dan mempekerjakan sekitar 4,4 juta pekerja. Pada 2021, nilai ekspor RMG Bangladesh bahkan mencapai USD31,46 miliar. (Lihat grafik di bawah ini.)
Adapun data terbaru menunjukkan ekspor garmen siap pakai (RMG) Bangladesh meningkat sebesar 12,17% menjadi USD35,252 miliar dalam sembilan bulan pertama tahun fiskal 2022-23 (Juli-Juni).
Angka ini meningkat dibandingkan dengan ekspor sebesar USD31,428 miliar pada Juli-Maret 2022, berdasarkan data yang dirilis oleh Export Promotion Bureau (EPB).
Namun, krisis saat ini berpotensi memperburuk kinerja industri ini. Banyak pabrik telah melaporkan penurunan produksi hingga 50% sejak pertengahan 2022 lalu.
Hal ini disebabkan oleh pemadaman listrik harian, yang berlangsung rata-rata sekitar tiga jam dan telah menjadi salah satu kontributor utama tren ini.
Di sektor RMG, pabrik harus berurusan dengan pasokan listrik yang terputus-putus dengan mengandalkan generator agar unit pencelupan dan pencucian tetap berfungsi.
Perusahaan harus merogoh kocek ekstra untuk menggunakan generator diesel yang tiga sampai empat kali lebih mahal dan pada akhirnya meningkatkan biaya produksi mereka.