"Jadi kalo SWF Indonesia ini sudah berani ambil risiko untuk investasi di infrastructure project di domestik, maka diharapkan bisa menarik investor luar negeri juga untuk bergabung. Model SWF seperti ini juga sudah dikembangkan di Rusia terlebih dulu," kata dia.
Berbeda, pengamat Ekonomi dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Bhima Yudhistira, melihat SWF diproyeksi akan dijadikan sebagai kendaraan untuk menerbitkan utang baru dengan jaminan aset negara plus aset BUMN (debt vehicle).
"Tujuan awalnya memang untuk menutup financing gap atau kekurangan pembiayaan khususnya di proyek pemerintah," kata dia saat dihubungi.
Dia melihat, SWF Indonesia berbeda dengan praktik SWF pada umumnya yang berasal dari pengelolaan surplus, baik surplus SDA seperti negara di Timur Tengah maupun surplus valas seperti China dan Singapura. Jika model yang dipilih pemerintah Indonesia lebih dominan debt vehicle, maka akan ada skenario beban utang pemerintah dan BUMN.
"Pindah buku ke LPI ini. Hanya geser aja, investor beli SBN dengan adanya LPI jadi beli surat utangnya LPI. Apakah utang baru di APBN bisa berkurang? Bisa jadi tapi sebenarnya ini skenario semu karena baik beli lewat SBN atau LPI tetap saja skema nya dengan melibatkan jaminan pemerintah," katanya.