Bhima menanggapi pernyataan pemerintah yang mengatakan naiknya harga minyak mentah menjadi tekanan. Pemerintah sebelumnya menyebut Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tidak bisa lagi lebih banyak menopang beban itu.
Adapun pemerintah tetap menyiapkan subsidi energi sebesar Rp502 triliun. Namun, berdasarkan data APBN Kita, serapan subsidi energi baru Rp88,7 triliun.
Di sisi lain, APBN juga mengalami surplus Rp106,1 triliun atau 0,57% dari PDB diperiode Juli 2022. Dalam hal ini, menurut Bhima, pemerintah bisa saja menambal subsidi energi dengan surplus tersebut.
"Kenapa surplus tadi tidak diprioritaskan untuk tambal subsidi energi? Jangan ada indikasi, pemerintah tidak mau pangkas anggaran yang tidak urgent dan korbankan subsidi energi," tukas Bhima.
Untuk win-win solutionnya, pemerintah bisa merevisi aturan untuk menghentikan 'kebocoran' solar subsidi yang dinikmati oleh industri skala besar, pertambangan, dan perkebunan besar.
"Dengan tutup kebocoran solar, bisa hemat pengeluaran subsidi karena 93% konsumsi solar adalah jenis subsidi. Atur dulu kebocoran solar subsidi di truk yang angkut hasil tambang dan sawit, daripada melakukan kenaikan harga dan pembatasan untuk jenis pertalite," cetus Bhima.