"Masalahnya China, Bangladesh, Vietnam, punya kesulitan ekspor yang sama ke Amerika dan Eropa, sehingga mencari market alternatif. Dan yang pasarnya cukup terbuka, selama ini, memang Indonesia, sehingga mereka arahkan barangnya ke sini," ungkap Redma.
Lebih lanjut, Redma mengungkapkan bahwa saat masih terjadi pandemi pertumbuhan industri Serat dan Benang Filament Indonesia (APSYFI) pada triwulan I dan II 2022 masih 2022 masih tumbuh sekitar delapan hingga 13 persen.
Menurut Redma, pertumbuhan itu disebabkan karena saat itu terjadi kelangkaan kontainer dan terganggunya rantai pasok akibat pandemi. Hasilnya saat itu produk Indonesia sempat menguasai pangsa pasar domestik.
"Pasar domestik yang menentukan, karena kalau barang impor masih banyak jadi utilitas kita turun, yang akhirnya ada perubahan karyawan dan PHK," tegas Redma. (TSA)xa