sosmed sosmed sosmed sosmed
get app
Advertisement

Menakar Kinerja Pajak dan APBN RI 2022, buat Apa Saja Alokasinya?

Economics editor Maulina Ulfa - Riset
06/01/2023 07:00 WIB
Pemerintah RI gencar memaksimalkan pendapatan negara melalui optimalisasi wajib pajak.
Menakar Kinerja Pajak dan APBN RI 2022, buat Apa Saja Alokasinya? (Foto: MNC Media)
Menakar Kinerja Pajak dan APBN RI 2022, buat Apa Saja Alokasinya? (Foto: MNC Media)

Sebuah ‘Plot Twist’: Anggaran Ketahanan Pangan

Hal yang paling menarik dari APBN 2022 adalah soal anggaran pembangunan di bidang ketahanan pangan. Program ini diarahkan untuk peningkatan keterjangkauan dan ketercukupan pangan, peningkatan produktivitas dan pendapatan petani serta nelayan, dan peningkatan diversifikasi pangan dan kualitas gizi.

Ketahanan pangan memang menjadi perhatian pemerintah setiap tahunnya, termasuk melalui dukungan APBN.

Kemenkeu menyebut, anggaran ketahanan pangan dimanfaatkan untuk peningkatan produktivitas komoditas pangan utama, baik pertanian maupun perikanan. Anggaran ketahanan pangan ini juga difokuskan untuk membangun infrastruktur pangan, benih, pupuk, pengairan/irigasi, pendampingan, dan stabilisasi harga.

Salah satu program strategis dari anggaran ketahanan pangan ini adalah Program Kawasan Sentra Produksi Pangan (food estate).

Proyek ini bahkan masuk ke dalam Proyek Strategis Nasional. Sayangnya, kritik terus bermunculan semenjak wacana food estate menyeruak pada 2022 lalu. Nanyak pihak menduga program ini telah gagal terlaksana.

Menurut World Resources Institute (WRI), ada tiga alasan mengapa food estate bukanlah solusi tepat untuk mencapai ketahanan pangan.

Pertama, masalah utama di Indonesia adalah soal distribusi  bukan ketersediaan dan food estate tidak menyelesaikan masalah tersebut.

Kedua, food estate tidak bisa menjadi solusi atas keterbatasan akses terhadap pangan yang sehat. Pasalnya, penyebab utama dari masalah ini adalah daya beli yang lemah.

Ketiga, intervensi bagi permasalahan pangan sebaiknya tidak dilakukan dengan cara-cara yang memiliki risiko lingkungan, ekonomi dan kesehatan.

Mengingat praktik food estate pada lahan gambut berpotensi mempertajam risiko lingkungan dan membahayakan kesehatan. 

Di Kalimantan Tengah, pemerintah menyulap lahan seluas 165.000 hektare menjadi lahan pertanian yang ditanami padi dan singkong. Lahan ini bahkan terdiri dari hutan lindung dan lahan gambut.

Sayangnya, 2 tahun sejak proyek ini dimulai pada 2020, kondisi proyek food estate sekarang justru tampak menyedihkan.

Kegagalan ini terlihat salah satunya di daerah Gunung Mas, di mana 600 hektare hutan hujan telah dibabat habis untuk ditanami singkong.

Berdasarkan temuan Greenpeace Indonesia, hamparan lahan tersebut terbengkalai serta tanaman singkong yang jauh dari kata subur.

Sebelumnya, pemerintah juga sempat mengalami kegagalan program serupa.

Sejumlah contoh kegagalan food estate di antaranya era Soeharto, yakni Program Food Estate PLG, Kalteng (1996).

Di era SBY, juga terdapat Program Food Estate Bulungan, Kalimantan Timur (2011), Program Merauke Integrated Food and Energy Estate, Papua (2011), dan Program Food Estate Ketapang, Kalimantan Barat (2013).

Oleh karena itu, mengapa terus memaksakan program yang gagal dalam anggaran belanja APBN? (ADF)

Halaman : 1 2 3 Lihat Semua
Advertisement
Advertisement